PEKANBARU - Harapan masyarakat Kota Pekanbaru akan pendidikan gratis sebagaimana yang digaung-gaungkan oleh Pemerintah belum sepenuhnya berjalan. Di mana pada kenyataan hari ini, orang tua masih saja mengeluhkan adanya berbagai pungutan yang dilakukan oleh pihak sekolah, di antaranya praktik jual beli LKS.
Padahal Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru telah mengeluarkan surat edaran, yang melarang SD dan SMP negeri menjual seragam sekolah dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Namun masih ada sekolah negeri yang memungut biaya kepada orangtua siswa untuk tahun ajaran baru 2025/2026 ini.
Menanggapi itu, anggota Komisi III DPRD Kota Pekanbaru, Zakri Fajar Triyanto meminta Disdik Pekanbaru untuk tindak tegas sekolah-sekolah yang masih melanggar aturan tersebut.
"Ini sudah jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan Disdik. Kami minta Disdik untuk segera mengambil tindakan tegas, kalau perlu berikan surat peringatan, agar tak ada lagi sekolah yang masih melakukan pungutan biaya kepada orangtua siswa," ujar Zakri, Kamis (7/8/2025).
Ia juga meminta orangtua siswa untuk tidak ragu-ragu dan takut melapor jika ada sekolah yang masih melakukan pungutan biaya tersebut.
"Kami mendukung penuh orangtua siswa yang ingin melapor. Kita ingin pastikan bahwa pendidikan di Kota Pekanbaru berjalan dengan lancar dan tidak ada pungutan biaya yang tidak sah," tambahnya.
Politisi PDIP ini juga mengungkapkan bahwa pihaknya terutama Komisi III akan terus memantau situasi ini dan akan mengambil langkah-langkah lebih lanjut jika diperlukan.
"Kita di DPRD terutama di Komisi III akan terus memantau situasi ini. Orang tua murid pun yang juga ingin melaporkan ke Komisi III tentu boleh. Kita akan terus berjuang untuk memastikan bahwa pendidikan di Kota Pekanbaru berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku," tegasnya.
Untuk diketahui, praktik jual beli LKS ini terjadi di salah satu SD negeri di Kelurahan Tangkerang Timur, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.
Menariknya untuk LKS, SD negeri tersebut bermodus modul pembelajaran yang nyatanya masih sama persis dengan LKS dan wajib dibeli siswa di toko fotokopi khusus yang sudah ditunjuk sekolah.
"Ya, katanya tidak ada LKS. Ternayata masih dijual juga. Sekarang disebutnya modul pembelajaran, tapi bentuk dan isinya sama dengan LKS," ujar salah seorang orangtua siswa.
"Belinya juga di tempat fotokopi khusus. Mau tak mau, terpaksa kami beli, karena di sekolah pakai modul (LKS) itu. Kalau tak dibeli, tak bisa pula anak kami belajar, jadi serba salah," keluhnya.
Orang tua siswa lainnya yang baru masuk kelas 1 tahun ini di SD negeri yang sama, juga mengeluhkan biaya uang seragam sekolah.
"Katanya sekolah gratis, tapi kami masih dibebankan biaya seragam sekolah Rp1,4 juta, dan kami tidak boleh beli seragam di luar sekolah," sebutnya."
"Alasan sekolah, kalau kami beli sendiri di luar, nanti warnanya belang-belang. Terpaksalah kami beli di sekolah, padahal kalau beli sendiri di luar, kami bisa dapat harga yang lebih murah," tukasnya.
Penulis: Mimi
Editor: Riki