JAKARTA — Bisnis emas menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan pendapatan berbasis komisi atau fee based income (FBI) PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS). Kontribusi signifikan datang dari produk cicil emas, yang mencatatkan pembiayaan sebesar Rp7,37 triliun, tumbuh 168,64% secara tahunan (year on year/yoy).
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama BSI, Bob T. Ananta, mengungkapkan bahwa secara keseluruhan FBI BSI meningkat 39,3% secara tahunan menjadi Rp1,7 triliun per Maret 2025. Komposisi rasio FBI terhadap total pendapatan juga naik dari 16,91% pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 20,35%.
"Peningkatan ini turut menopang pertumbuhan laba bersih BSI yang naik 10% yoy menjadi Rp1,88 triliun pada kuartal I/2025," ujar Bob dalam paparan publik kinerja BSI secara virtual, Selasa (30/4/2025).
Menurut Bob, peningkatan FBI merupakan hasil dari penguatan infrastruktur transaction banking, termasuk peluncuran platform digital Byond by BSI, serta penambahan mesin electronic data capture (EDC) dan layanan QRIS. EDC sendiri adalah perangkat yang digunakan pedagang untuk menerima pembayaran menggunakan kartu kredit, debit, maupun uang elektronik (e-money).
Lebih lanjut, Bob menyampaikan bahwa strategi pengembangan bisnis emas menjadi faktor utama, terutama sejak BSI ditetapkan sebagai bank emas oleh Presiden Republik Indonesia pada 26 Februari 2025.
"Dalam situasi ekonomi global yang menantang, emas menjadi instrumen pilihan bagi investor. Hal ini menjadi peluang besar bagi BSI," tambahnya.
Perusahaan menjelaskan bahwa aplikasi Byond by BSI juga menjadi salah satu kanal utama dalam pengembangan bisnis emas. Hingga Maret 2025, jumlah nasabah tercatat meningkat 28% menjadi sekitar 119.000, dengan total saldo emas mencapai 621 kilogram.
Secara nilai, bisnis emas BSI tumbuh signifikan sebesar 81,99% yoy menjadi Rp14,33 triliun. Selain cicil emas, produk gadai emas turut mencatatkan pertumbuhan kuat, yakni sebesar Rp6,96 triliun atau naik 35,65% yoy. Secara keseluruhan, bisnis emas menyumbang 17,81% terhadap total FBI perusahaan.
Di luar bisnis emas, FBI BSI juga ditopang oleh peningkatan transaksi melalui saluran elektronik (e-channel) serta layanan treasury.
Direktur Finance & Strategy BSI, Ade Cahyo Nugroho, melaporkan bahwa total aset BSI per Maret 2025 mencapai Rp401 triliun, tumbuh 12% yoy. Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) naik 7,4% yoy menjadi Rp319 triliun, dengan porsi dana murah (current account savings account atau CASA) mencapai 60,96%.
Pembiayaan perusahaan juga menunjukkan tren positif, tumbuh 16,21% yoy dengan total penyaluran kredit mencapai Rp287,2 triliun. Berdasarkan segmen, pembiayaan konsumer, emas, dan kartu kredit menyumbang Rp156,71 triliun atau tumbuh 16,08% yoy. Disusul segmen wholesale sebesar Rp80,62 triliun (tumbuh 17,28%) dan retail Rp49,87 triliun (tumbuh 14,91%).
BSI menyatakan kualitas pembiayaan tetap terjaga, tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPF Gross) yang turun menjadi 1,88%, membaik dibandingkan periode sebelumnya, seperti yang dilansir dari bisnis.(*)