JAKARTA — Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) atau Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) resmi ditunjuk sebagai penyelenggara perdagangan pasar fisik tenaga listrik terbarukan. Penunjukan ini dilakukan melalui penerbitan izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, dengan nomor 01/BAPPEBTI/SP-BREC/04/2025.
Dengan izin tersebut, ICDX menjadi bursa berjangka pertama di Indonesia yang menyelenggarakan perdagangan Kontrak Fisik Renewable Energy Certificate (REC), yakni sertifikat atas produksi listrik dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang diakui secara nasional maupun internasional. Satu unit REC mewakili produksi 1 megawatt-jam (MWh) energi listrik ramah lingkungan.
Direktur Utama ICDX, Fajar Wibhiyadi, menyatakan bahwa izin ini merupakan mandat pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan sektor EBT dan mendukung upaya penurunan emisi karbon di Indonesia.
“Perdagangan REC menjadi langkah nyata komitmen kami dalam mendorong transisi energi bersih serta inovasi berkelanjutan di industri perdagangan berjangka komoditi nasional,” kata Fajar dalam keterangan tertulis.
Ia menambahkan bahwa infrastruktur perdagangan dan teknologi yang dimiliki ICDX telah siap, termasuk konektivitas dengan sistem registrasi internasional seperti Evident I-REC dan APX TIGRs. Dengan sistem ini, transaksi REC dapat dilakukan secara real-time dan terintegrasi. Dalam ekosistem ini, Indonesia Clearing House akan berperan sebagai lembaga kliring yang menjamin penyelesaian transaksi.
Sementara itu, Kepala Bappebti, Tirta Karma Sanjaya, menyampaikan bahwa perdagangan pasar fisik tenaga listrik terbarukan membuka peluang besar bagi perusahaan untuk memenuhi pelaporan emisi tidak langsung dari konsumsi listrik (Scope 2) dan mendukung pencapaian target Net-Zero Emission.
"REC merupakan instrumen kredibel untuk pelacakan dan pelaporan penggunaan energi terbarukan yang diakui oleh berbagai standar global seperti GHG Protocol, CDP, RE100, dan SBTi," ujar Tirta.
Ia menegaskan, pembentukan bursa ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam meningkatkan pemanfaatan energi bersih, memberikan insentif bagi produsen listrik ramah lingkungan, serta mendorong partisipasi publik dalam mendukung energi berkelanjutan.
Sesuai Peraturan Bappebti Nomor 11 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan Pasar Fisik Tenaga Listrik Terbarukan di Bursa Berjangka, transaksi ini merupakan jual beli Kontrak Fisik REC yang difasilitasi oleh bursa penyelenggara.
Perdagangan REC sebagai komoditas di bursa bukan hal baru secara global. Beberapa negara telah menerapkannya melalui lembaga seperti India Energy Exchange, European Energy Exchange, Intercontinental Exchange (AS), Xpansiv (Australia), Air Carbon Exchange (Singapura), dan Bursa Malaysia.
Di dalam negeri, potensi energi baru terbarukan Indonesia tergolong besar. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2024, potensi total EBT Indonesia mencapai 4.686 gigawatt (GW), yang bersumber dari tenaga surya, angin, air, bioenergi, panas bumi, hingga arus laut.(rls)