JAKARTA – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat total penerimaan sebesar Rp77,5 triliun sepanjang Kuartal I 2025. Capaian ini setara dengan 25,7 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dipatok sebesar Rp301,6 triliun, serta mencerminkan pertumbuhan tahunan sebesar 9,6 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, menyampaikan bahwa pertumbuhan penerimaan didorong oleh lonjakan signifikan dari Bea Keluar (BK) yang tumbuh 110 persen, serta pertumbuhan Cukai sebesar 5,3 persen. Namun, pada saat yang sama, Bea Masuk (BM) mengalami kontraksi 5,8 persen.
“Penerimaan negara melalui Bea dan Cukai sangat bergantung pada aktivitas ekspor-impor, harga komoditas, serta kebijakan fiskal yang berlaku,” ujar Askolani dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (7/5/2025).
Bea Masuk Tertekan, Dipengaruhi Impor Beras dan Insentif EV
Secara rinci, penerimaan Bea Masuk pada kuartal pertama tahun ini mencapai Rp11,3 triliun atau sekitar 11,3 persen dari target tahunan. Meski secara historis tren Bea Masuk terus meningkat sejak 2020 hingga 2024, capaian tahun ini mengalami penurunan 5,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Askolani menjelaskan, kontraksi tersebut disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, tidak adanya alokasi impor beras untuk Perum Bulog pada tahun ini, yang sebelumnya menjadi salah satu penyumbang penerimaan Bea Masuk. Kedua, insentif fiskal berupa pembebasan Bea Masuk untuk kendaraan listrik (electric vehicle/EV) berdampak pada penurunan penerimaan dari sektor otomotif, walaupun volume impor EV meningkat.
Bea Keluar Naik Drastis Berkat Harga CPO
Bea Keluar pada Kuartal I 2025 menyumbang Rp8,8 triliun, meningkat tajam seiring melonjaknya harga komoditas Crude Palm Oil (CPO). Penerimaan ini tercatat tumbuh lebih dari 1.100 persen secara tahunan. Namun, ekspor tembaga justru mengalami penurunan signifikan sebesar 76,6 persen, menandakan ketidakstabilan pada sektor ekspor tertentu.
Cukai Didominasi Tembakau, Produksi Rokok Turun
Dari sisi Cukai, penerimaan terbesar berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang mencapai Rp55,7 triliun, tumbuh 5,6 persen dibandingkan Kuartal I 2024. Kenaikan ini dipengaruhi oleh pergeseran waktu pelunasan yang maju menjelang Hari Raya Idulfitri, meski volume produksi rokok secara keseluruhan tercatat menurun 4,2 persen.
Secara keseluruhan, capaian penerimaan DJBC pada awal tahun ini menunjukkan kinerja yang solid, meskipun masih diwarnai tekanan dari faktor eksternal dan kebijakan strategis pemerintah yang berdampak pada sektor-sektor tertentu, seperti yang dilansir dari sindonews.(*)