Ketika Media Tumbang, Demokrasi pun Terancam
Senin, 05 Mei 2025 - 06:57:55 WIB
 |
ilustrasi. |
Baca juga:
|
PEKANBARU – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tengah melanda berbagai sektor, termasuk industri media massa, menjadi perhatian serius Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A.
Senator yang akrab disapa Gus Hilmy ini menilai, krisis yang menimpa dunia media bukan hanya persoalan ketenagakerjaan, melainkan juga sinyal bahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
“Ketika pekerja media kehilangan ruang dan kesempatan, ini adalah alarm bagi demokrasi kita. Tanpa media yang independen, publik kehilangan akses terhadap informasi yang objektif dan berkualitas,” tegasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Minggu (4/5/2025).
Menurut anggota Komite II DPD RI tersebut, kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, ditambah percepatan transformasi digital, memang menghadirkan tantangan berat bagi industri media. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah tidak boleh memperlakukan media seperti unit bisnis biasa.
“Media adalah salah satu pilar demokrasi. Jika sektor ini terpuruk, maka demokrasi pun terancam pincang. Pemerintah harus hadir, bukan sekadar sebagai regulator, tetapi juga sebagai pelindung ruang publik,” ujar Katib Syuriyah PBNU itu.
Gus Hilmy menilai bahwa diperlukan langkah-langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan media nasional, termasuk perlindungan dan insentif khusus yang memungkinkan media bertahan di tengah tekanan bisnis dan digitalisasi yang masif.
“Negara wajib menyediakan skema stimulus seperti keringanan pajak, dukungan iklan layanan masyarakat, hingga pendampingan transformasi digital, terutama bagi media kecil dan menengah,” jelasnya.
Ia juga mengajak para pelaku media untuk tidak hanya bergantung pada pendapatan iklan. Diversifikasi usaha, kolaborasi lintas sektor, serta pembangunan ekosistem konten edukatif dinilai menjadi langkah penting dalam menghadapi era platform digital global.
“Media harus membuka ruang kolaborasi dengan kampus, komunitas, pesantren, hingga pelaku UMKM. Ini bisa menciptakan ekosistem konten yang produktif dan bernilai,” tambahnya.
Menjelang tahun-tahun politik yang sensitif, Gus Hilmy mengingatkan pentingnya menjaga independensi dan keberanian pers dalam menyuarakan isu-isu kritis yang menyangkut kepentingan publik.
“Pers harus tetap menjadi penyampai kebenaran, bukan sekadar corong kekuasaan. Jangan takut mengangkat isu strategis seperti UU TNI, proyek food estate, atau polemik Danantara. Keberanian inilah yang akan membuat media mendapat tempat di hati masyarakat,” pungkasnya, seperti yang dilansir dari ruzkaindonesia.(*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :