SERANG - Pemerataan investasi dan penguatan pengawasan terhadap proyek-proyek publik menjadi fokus utama dalam Diskusi Nasional bertajuk “Danantara: Solusi Investasi Daerah dan Strategi Menghadapi Badai Global” yang digelar di Serang, Provinsi Banten.
Dalam forum tersebut, Direktur Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, menekankan bahwa platform investasi nasional Danantara harus menjadi jawaban konkret atas stagnasi investasi yang selama ini terjadi di berbagai daerah.
"Banyak proyek investasi sebelumnya gagal mencapai target. Data internal pemerintah menunjukkan sedikitnya 15.000 hingga 20.000 proyek mengalami kegagalan,” ungkap Adib dalam paparannya.
Menurutnya, salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah lemahnya pengelolaan dan minimnya fokus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap investasi berskala menengah dan kecil yang lebih berdampak langsung ke daerah.
“Sebelum ada Danantara, investasi dari BUMN cenderung tidak tepat sasaran. Bahkan, kebocoran anggaran mencapai triliunan rupiah. Danantara hadir sebagai sistem yang mengatur dan memastikan investasi berjalan efektif, terukur, dan merata,” ujarnya.
Adib menambahkan, Danantara tidak boleh menjadi proyek eksklusif atau sekadar pencitraan politik. Ia menekankan pentingnya pengelolaan yang profesional dan bebas dari intervensi kepentingan partai.
Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat sipil dan media dalam mengawasi pelaksanaan program ini agar benar-benar menjadi solusi jangka panjang.
“Kalau tidak ada pengawasan dan pemerataan, maka ketimpangan antarwilayah akan terus terjadi. Lihat saja kesenjangan pembangunan antara Tangerang Raya dan wilayah seperti Lebak atau Pandeglang,” ujarnya.
Selain itu, Adib menyinggung sejumlah janji investasi asing yang menurutnya kerap diumumkan tetapi tidak jelas realisasinya, termasuk dari investor luar negeri seperti Arab Saudi.
Ia berharap, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Danantara bisa berperan sebagai instrumen konkret untuk mendistribusikan investasi secara adil, dari kawasan urban hingga daerah pelosok.
Diskusi ini dihadiri oleh kalangan akademisi, tokoh pers, serta perwakilan pemerintah daerah. Para peserta sepakat bahwa Danantara harus menjadi kebijakan publik berkelanjutan, bukan sekadar wacana politik, agar dapat menopang stabilitas ekonomi nasional di tengah tantangan krisis global.(rls)