JAKARTA – Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan melaporkan bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sepanjang 2025 telah menghanguskan 99.032 hektare lahan. Data ini mencakup area penggunaan lain (APL) dan kawasan hutan.
“Untuk periode 1 Januari hingga 10 Agustus 2025, ini merupakan profil tren luas kebakaran hutan yang terjadi,” ujar Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan, Thomas Nifinluri, dalam seminar daring yang digelar IPB University via Zoom, Kamis (28/8/2025).
Thomas menjelaskan, 51 persen dari total lahan terbakar berada di kawasan hutan, sedangkan sisanya merupakan APL. Adapun rincian kawasan hutan yang terbakar yaitu 5 persen hutan produksi, 7 persen hutan konversi, 9 persen hutan produksi terbatas, 11 persen hutan lindung, dan 19 persen hutan produksi tetap.
NTT Jadi Wilayah Terparah
Berdasarkan data provinsi, Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat luas karhutla terbesar, yakni sekitar 20 ribu hektare.
“Karena sebagian besar wilayah di sana berupa savana yang mudah terbakar,” jelas Thomas.
Posisi kedua ditempati Sumatera Utara dengan 15.248 hektare lahan terbakar, disusul Kalimantan Barat (11.258 hektare), Nusa Tenggara Barat (NTB) (9.778 hektare), Riau (8.095 hektare), dan Kalimantan Selatan (5.517 hektare).
Area lain yang rawan terbakar meliputi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), pertanian, perkebunan, pertambangan, pengembangan permukiman, hingga tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah.
“Banyak terjadi karena kelalaian dan tidak dijalankannya prosedur standar (SOP),” tegas Thomas.
Tahap Krisis Karhutla 2025
Kementerian Kehutanan mencatat, Indonesia memasuki tahap krisis karhutla pada Juni–Oktober. Kalimantan Barat dan Riau menjadi daerah yang lebih dulu mengalami krisis sejak Januari–April.
Tahap peringatan berlangsung pada April–Juni, ketika kebakaran meluas ke sejumlah wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Setelah masa krisis, periode Oktober–November diproyeksikan menjadi masa pemulihan, sedangkan Desember digunakan untuk evaluasi.