JAKARTA - Konsumsi obat saat sakit kerap menimbulkan efek samping berupa kantuk. Dalam kondisi tertentu, efek ini membuat seseorang tertidur lelap hingga tanpa sadar melewatkan waktu salat fardhu.
Situasi tersebut sering memunculkan kegelisahan di kalangan umat Islam, apakah tertidur karena pengaruh obat hingga terlewat salat termasuk dosa, dan apakah salat tersebut wajib diganti?
Dalam kajian fikih Islam, orang yang tertidur akibat efek obat yang diminumnya, lalu terlewat waktu salat, tidak dibebani dosa. Namun, ia tetap berkewajiban menunaikan salat tersebut begitu terbangun.
Hal ini ditegaskan dalam Fiqh Ibadah karya Prof Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Prof Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.
Kewajiban mengqadha salat yang terlewat didasarkan pada hadits sahih dari Abu Qatadah RA.
Ia menceritakan peristiwa tertidurnya seseorang hingga melewati waktu salat, lalu Nabi Muhammad bersabda:
“Sesungguhnya tidak ada kelalaian yang disengaja dalam tidur. Kelalaian itu hanya terjadi dalam keadaan sadar. Maka apabila salah seorang dari kalian lupa salat atau tertidur hingga melewatkannya, hendaklah ia melaksanakannya ketika ia ingat.” (HR Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)
Dalil serupa juga diriwayatkan dari Anas RA Rasulullah bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian tertidur hingga meninggalkan salat atau lupa mengerjakannya, maka hendaklah ia melaksanakannya ketika ia ingat.” (HR Muslim)
Hadits ini dikuatkan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an “Dirikanlah salat untuk mengingat Aku.” (QS Thaha: 14)
Dalam kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 1 karya Wahbah Az-Zuhaili, dijelaskan adanya perbedaan pandangan di kalangan mazhab terkait kewajiban salat bagi orang yang kehilangan kesadaran.
Mayoritas ulama, selain mazhab Hambali, berpendapat bahwa kewajiban salat gugur bagi orang yang hilang akal, gila, atau pingsan. Kecuali jika ia sadar sementara waktu salat masih tersisa.
Sementara itu, mazhab Syafi’i memandang qadha salat bagi orang yang hilang akal karena pingsan atau kondisi serupa sebagai amalan yang dianjurkan (sunnah).
Berbeda dengan pendapat tersebut, mazhab Hambali menegaskan bahwa orang yang kehilangan kesadaran akibat sakit, pingsan, atau efek obat yang dibenarkan tetap wajib mengqadha salat yang terlewat.
Adapun bagi orang yang tertidur, kewajiban qadha salat berlaku secara tegas. Bahkan, orang di sekitarnya dianjurkan untuk membangunkannya apabila waktu salat hampir berakhir.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah:
“Barang siapa tertidur hingga meninggalkan salat atau lupa melaksanakannya, maka hendaklah ia melaksanakannya ketika ia ingat. Tidak ada tebusan baginya selain itu.” (HR Muslim)
Hadits ini menjadi dasar kuat bahwa qadha salat fardhu tetap wajib dilakukan, baik salat tersebut terlewat karena lupa, tertidur, maupun sebab lain yang dibenarkan syariat, meskipun waktu salat telah lama berlalu.