PEKANBARU – Masyarakat Riau akan menyaksikan momen bersejarah dalam peringatan Hari Jadi ke-68 Provinsi Riau. Setelah lebih dari delapan dekade berada di Museum Nasional, Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura akhirnya kembali ke tanah kelahirannya dan akan dipamerkan secara langsung kepada publik.
Pameran ini akan berlangsung selama empat hari, mulai tanggal 7 hingga 10 Agustus 2025, berlokasi di Jalan Sultan Syarif Kasim, tepat di depan Masjid Raya Annur Pekanbaru. Selain mahkota megah tersebut, dua artefak lainnya juga turut diboyong dari Jakarta, yakni pin dan pedang peninggalan Sultan Siak—tiga simbol kejayaan dan kebesaran kerajaan Melayu yang pernah berjaya di bumi Lancang Kuning.
"Pameran tahun ini sangat istimewa. Untuk pertama kalinya, mahkota, pin, dan pedang Sultan Siak kembali ke Riau setelah sekian lama berada di Jakarta. Ini menjadi daya tarik utama dan momen bersejarah bagi kita semua,” ujar Roni Rahmat, Ketua Panitia Pameran sekaligus Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, pada Selasa (5/8/2025).
Menurut Roni, sepanjang sejarah, inilah kali pertama masyarakat Riau dapat melihat langsung ketiga benda pusaka tersebut, yang selama ini hanya bisa diakses melalui dokumentasi museum nasional atau literatur sejarah.
Pameran akan dibuka setiap hari pada pukul 14.00 hingga 20.00 WIB, dengan pengamanan ekstra ketat sesuai prosedur dari pihak Museum Nasional Indonesia yang memberikan izin peminjaman.
“Saya saat ini masih berada di Museum Nasional. Mahkota, pin, dan pedang sedang dalam proses pengepakan oleh tim profesional. Insya Allah, besok tiba di Pekanbaru dan akan langsung disambut dengan prosesi adat Melayu di Balai Adat LAMR," tambah Roni.
Mahkota Kesultanan Siak memiliki nilai sejarah dan simbolis yang sangat tinggi. Dibuat pada abad ke-19, mahkota ini terbuat dari material mewah: emas, berlian, rubi, zamrud, dan mutiara. Dengan berat mencapai 1.803,3 gram, diameter 33 sentimeter, dan tinggi 27 sentimeter, mahkota ini disebut sebagai salah satu artefak kerajaan Melayu paling megah yang ada di Indonesia.
Mahkota ini meninggalkan tanah Siak sejak tahun1945, saat Sultan Syarif Kasim II secara sukarela menyerahkan simbol-simbol kebesaran kerajaan kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai bentuk dukungan terhadap kemerdekaan. Tak hanya itu, sang sultan juga memberikan sumbangan satu juta gulden—jumlah fantastis saat itu—untuk mendukung perjuangan Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya.
Kehadiran mahkota dan artefak lainnya dalam pameran pembangunan ini tidak hanya menjadi tontonan budaya, tapi juga menjadi momentum penting dalam membangkitkan kembali kebanggaan masyarakat Melayu Riau akan sejarah dan jati dirinya.
Pameran ini diharapkan dapat menjadi pengingat akan kejayaan masa lalu, serta inspirasi bagi generasi muda Riau untuk mencintai warisan budaya dan sejarah lokal yang begitu kaya dan membanggakan.
“Ini bukan sekadar pameran artefak, tapi bentuk penghormatan terhadap identitas kita sebagai orang Melayu. Mahkota ini adalah lambang kebesaran, sekaligus bukti cinta Sultan Siak terhadap Indonesia," tutup Roni dikutip dari MCRiau. (*)