PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menegaskan bahwa pemberian insentif Upah Pungut (UP) Pajak kepada Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) pada tahun 2024 sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Pernyataan ini disampaikan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau, Evarefita, menanggapi isu yang beredar.
Evarefita menjelaskan bahwa pembayaran insentif tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Pembayaran insentif Sekdaprov Riau dilakukan mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pembenan dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," kata Evarefita, Rabu (3/9/2025).
Menurutnya, PP tersebut, pada Bab II Pasal 3 ayat (2) huruf c, menyatakan bahwa Sekretaris Daerah adalah Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kemudian, Pasal 3 ayat (3) memperbolehkan pemberian insentif kepada Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, dan Sekretaris Daerah jika ketentuan remunerasi belum berlaku di daerah tersebut.
"Artinya pemberian insentif pajak itu tidak menyalahi aturan karena dalam aturannya juga diperbolehkan," tegas Eva.
Hentikan Pembayaran
Meskipun demikian, berdasarkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemprov Riau Tahun Anggaran 2024, BPK RI Perwakilan Riau memberikan rekomendasi untuk menghentikan pembayaran insentif kepada Sekdaprov Riau.
"Saat ini kami Bapenda Provinsi Riau telah menghentikan pembayaran insentif kepada Sekdaprov Riau sebagai tindaklanjut dari rekomendasi BPK Provinsi Riau itu. Dalam rekomendasi itu juga tidak disebutkan untuk pengembalian," terangnya.
Eva menambahkan, BPK juga merekomendasikan agar Bapenda berkoordinasi dengan Biro Organisasi Setdaprov Riau untuk memformulasikan perhitungan insentif ke dalam Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) Sekdaprov.
"Kita Bapenda Provinsi Riau dalam hal ini telah melakukan koordinasi dengan Biro Organisasi agar insentif kepada Sekretaris Daerah Provinsi Riau diformulasikan ke dalam TPP," pungkasnya.
Salahi Aturan
Seperti dilansir beberapa media sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya pemberian Insentif Pungutan Pajak Daerah kepada Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, yang pada tahun 2024 dijabat SF Haryanto, melanggar aturan. Jumlah yang ketahuan oleh BPK tak sedikit, sebesar Rp837.810.475.
BPK dalam temuannya yang diperoleh media menyebutkan, pemberian insentif itu menyalahi aturan karena Sekdaprov sudah menerima Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar Rp90.020.983 per bulan, sesuai Perayuran Gubernur (Pergub) Riau Nomor 59 Tahun 2021 tentang Tambahan Penghasilan kepada PNS di lingkungan Pemprov Riau.
Adapun besaran TPP per bulan Jabatan Sekretaris Daerah Tahun 2024, yaitu Beban Kerja sejumlah Rp23.046.191, Prestasi Kerja sejumlah Rp23.046.191, Kondisi Kerja Rp18.321.722. dan Kelangkaan Profesi Rp25.606.879 dengan total Rp90.020.983 per bulan.
Dalam temuan BPK disebutkan, jika PNS sudah mendapatkan TPP setiap bulan sesuai Pergub, maka, tidak diperbolehkan lagi untuk menerima Insentif Pungutan Pajak Daerah.
Adapun perincian insentif hasil pungutan pajak daerah yang diterima Sekdaprov pada tahun 2024 lalu sebagai berikut:
1. Pada TW IV Tahun 2023, periode bulan Oktober hingga Desember 2023, diberikan insentif sebesar Rp259.298.800.
2. TW I Tahun 2024, periode bulan Januari hingga Februari 2024 diberikan insentif sebesar Rp180.815.200. Periode Maret 2024 sebesar Rp79.128.600.
3. TW II Tahun 2024, periode bulan April hingg Juni 2024 diberikan insentif sebesar Rp237.385.824.
4. TW III Tahun 2024, periode Juli hingga Agustus 2024 diberikan insentif sebesar Rp135.611.400. Dan periode bulan Agustus hingga September 2024 sebesar Rp118.692.900.
Sehingga total insentif yang diberikan sejumlah Rp1.010.932.724 dan setelah dipotong pajak jumlah diterima Sekdaprov Riau sebesar Rp837.810.475.
Uniknya, BPK menemukan pemberian insentif pungutan pajak daerah ini hanya kepada Sekdaprov Riau. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) nya, BPK tidak memuat adanya pejabat lain yang mendapatkan insentif serupa.