PEKANBARU - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Riau menggelar diskusi publik bertajuk 'Penegakan Supremasi Sipil & Pembentukan Investigasi Independen di Balik Gerakan Agustus' di Alda FoodCourt Pekanbaru, Senin (15/9/2025).
Diskusi ini menghadirkan akademisi sekaligus dosen, Dr Harmaini, serta sejumlah aktivis senior Riau. Forum tersebut menyoroti gelombang kerusuhan yang terjadi pada akhir Agustus 2025.
Para pembicara menilai peristiwa tersebut bukan sekadar letupan spontan, melainkan peringatan serius bagi perjalanan demokrasi Indonesia.
“Supremasi sipil harus ditegakkan di atas segala bentuk intervensi kekuatan non-demokratis. Tanpa itu, demokrasi akan terus berada dalam ancaman,” tegas Dr Harmaini.
Ketua KAMMI Riau, Febriansyah, juga menekankan pentingnya supremasi sipil sebagai fondasi sistem politik. Menurutnya, komitmen ini tidak boleh hanya berhenti pada jargon.
“Supremasi sipil bukan hanya slogan. Ia adalah janji bahwa setiap keputusan politik harus lahir dari mekanisme sipil yang sah, transparan dan akuntabel,” ujar Febriansyah.
Selain itu, KAMMI menyoroti isu dugaan makar yang muncul dalam kerusuhan Agustus. Mereka menilai, isu tersebut tidak boleh dibiarkan berkembang tanpa kepastian hukum.
Karena itu, KAMMI mendesak pemerintah untuk segera membentuk Tim Investigasi Independen yang profesional, transparan, dan dapat dipercaya publik.
“Tim ini harus mampu mengungkap aktor intelektual di balik peristiwa tersebut. Jangan sampai kebenaran dikubur oleh kepentingan politik jangka pendek,” lanjut Febriansyah.
Diskusi kemudian ditutup dengan pernyataan sikap resmi KAMMI Riau, yakni mendukung penuh penegakan supremasi sipil demi menjaga demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Kemudian, mendesak Presiden RI, Prabowo Subianto segera membentuk Tim Investigasi Independen untuk mengusut dugaan makar dalam kerusuhan Agustus 2025.
Dengan sikap ini, KAMMI Riau menegaskan bahwa menjaga demokrasi merupakan tanggung jawab kolektif.
Supremasi sipil dan investigasi independen dipandang sebagai syarat mutlak agar Indonesia tidak kembali terjebak dalam bayang-bayang otoritarianisme.