PEKANBARU - Memasuki musim hujan, Provinsi Riau menghadapi ancaman baru. Bukan lagi soal kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla), melainkan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor yang kini menjadi fokus utama.
Sebagai langkah antisipatif, Gubernur Riau Abdul Wahid telah menerbitkan surat peringatan dini kepada seluruh bupati dan wali kota di wilayahnya pada 20 September 2025.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edy Afrizal, membenarkan bahwa surat tersebut merupakan peringatan awal yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten dan kota.
“Surat peringatan dini dikirim oleh Pak Gubernur sebagai warning terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor. Tujuannya agar setiap daerah segera mengambil langkah-langkah antisipatif,” ujar Edy pada Rabu, 24 September 2025.
Dalam surat tersebut, Gubernur Wahid juga mencantumkan prospek cuaca dari Deputi Bidang Meteorologi BMKG. Informasi itu menjadi dasar penting bagi pemerintah daerah dalam menyusun strategi mitigasi, terutama di wilayah-wilayah rawan bencana.
Sejumlah wilayah di Riau yang masuk dalam kategori rawan banjir dan longsor antara lain Rokan Hulu, Kampar, Rokan Hilir, Pelalawan, dan Indragiri Hulu. Penanganan serius di daerah-daerah ini diharapkan mampu mencegah kerugian besar dan menjaga keselamatan masyarakat.
Gubernur meminta seluruh kepala daerah untuk segera mengambil langkah konkret. Di antaranya, menyebarluaskan informasi prakiraan cuaca kepada masyarakat, membangun koordinasi lintas instansi, serta melakukan sosialisasi kepada warga yang tinggal di daerah rawan.
Tak hanya itu, kepala daerah juga diminta menyiapkan skenario terburuk, termasuk kemungkinan menetapkan status darurat bencana dan mendirikan posko penanganan darurat. Koordinasi intensif dengan BPBD Riau juga ditekankan sebagai bagian dari upaya memperkuat kesiapsiagaan.
“Surat ini merupakan langkah proaktif pemerintah provinsi agar seluruh pemangku kepentingan siap dan sigap dalam menghadapi potensi bencana. Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan agar dampaknya tidak semakin parah,” tambah Edy dikutip dari MCRiau.
Meski perhatian saat ini tertuju pada potensi bencana hidrometeorologi, status tanggap darurat karhutla di Riau masih berlaku hingga 30 November 2025. Artinya, Riau tengah berada dalam masa peralihan cuaca dan menghadapi ancaman bencana ganda yang memerlukan perhatian dan kesiapan ekstra.