PEKANBARU - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memperbarui data korban bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
Hingga Rabu siang (10/12/2025) pukul 14.40 WIB, tercatat 969 orang meninggal dunia dan 254 orang masih hilang.
Namun demikian, status bencana nasional tak kunjung ditetapkan oleh pemerintah pusat dikarenakan beberapa hal.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Hukum Tata Negara, Zulwisman menyebutkan lambatnya penetapan status tersebut menunjukkan adanya permasalahan. Namun, di sisi lain, tentunya butuh kajian mendalam mengenai berbagai aspek.
"Pemerintah Pusat tentu penuh pertimbangan dalam beberapa aspek. Baik dari dimensi keuangan negara, politik nasional dan akses dunia internasional. Semua butuh kajian," kata Zulwisman, Rabu (10/12/2025).
Namun, dikatakan Akademisi Universitas Riau ini, Presiden Prabowo Subianto dapat meminta saran Presiden pada masanya Susilo Bambang Yudhoyono mengenai penangan bencana tersebut.
"Saya kira Presiden Prabowo harus juga meminta saran mantan Presiden SBY dalam penanganan Bencana Nasional sebelumnya. Karena di masa awal Pemerintahan SBY langsung dihadapkan dengan tsunami Aceh 2004 dan Lumpur Lapindo," ungkapnya.
Mengenai adanya desakan masyarakat terhadap sejumlah menteri yang dinilai harus bertanggungjawab atas dugaan kelalaian pengawasan hutan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Zulwisman menyebutkan hal ini adalah kejadian biasa.
"Desakan masyarakat agar menteri diganti atas dasar penilaian kinerja menteri dalam penanganan kehutanan dalam konteks demokrasi itu ya hal yang biasa," ungkapnya.
Adapun tiga menteri yang didesak mundur itu diantaranya Menteri Kehutanan RI, Raja Juli Antoni, Menteri ESDM RI Bahlil Lahadalia, dan Menteri Lingkungan Hidup RI Hanif Faisol Nurofiq.
"Diganti atau tidak menteri itu, tentu menjadi hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana dinyatakan dalam Konstitusi," pungkasnya.