PEKANBARU – Dugaan pencemaran Sungai Kiyap di Desa Kiyap Jaya, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau, memicu keresahan masyarakat. Air sungai yang biasa dimanfaatkan warga untuk kegiatan sehari-hari mendadak berubah warna menjadi hitam pekat.
Fenomena ini diduga akibat limbah dari Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) milik PT Sri Indrapura Sawit Lestari (SISL) yang berada di wilayah Kabupaten Siak.
Informasi tentang pencemaran ini mencuat sejak Senin, 25 Agustus 2025, dan terus menjadi perbincangan hangat di masyarakat serta media lokal. Warga mengaku perubahan warna air sungai bukan hal baru, namun kali ini kondisinya dianggap cukup parah dan mencemaskan.
"Kami warga sering beraktivitas di Sungai Kiyap. Kalau benar ada limbah perusahaan masuk ke sungai, tentu sangat merugikan kami. Ini bukan pertama kalinya,” ujar Ridwan (42), warga Desa Kiyap Jaya, Kamis (28/8/2025).
Menanggapi laporan warga dan informasi yang beredar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pelalawan, Eko Novitra, menyatakan pihaknya langsung melakukan koordinasi dengan DLH Kabupaten Siak. Pasalnya, meskipun Sungai Kiyap berada di wilayah Pelalawan, lokasi PT SISL secara administratif berada di Desa Kerinci Kiri, Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Siak.
“Kami sudah kontak DLH Siak untuk segera menindaklanjuti dugaan pencemaran ini. Kami tidak bisa turun langsung ke lokasi perusahaan karena itu di luar wilayah kami,” ujar Eko Novitra.
Eko menambahkan, pihak DLH Siak sudah menerima laporan serupa dan berkomitmen menurunkan tim ke lapangan untuk menelusuri kemungkinan adanya kebocoran limbah dari PT SISL yang mencemari aliran Sungai Kiyap.
“Awalnya rencana turun semalam, tapi akhirnya dijadwalkan hari ini mereka ke lapangan. DLH Siak yang punya wewenang untuk menyelidiki langsung ke lokasi pabrik,” ungkapnya.
DLH Pelalawan mengakui keterbatasan kewenangan dalam mengecek langsung ke pabrik PT SISL. Namun, Eko Novitra menyebut pihaknya akan tetap berperan aktif dalam pengawasan dampak lingkungan, termasuk mendorong keterlibatan Dinas LHK Provinsi Riau, khususnya bidang Penegakan Hukum dan Pencemaran.
“Kami akan koordinasi dengan DLHK Provinsi, agar turun bersama DLH Pelalawan dan DLH Siak. Ini agar semua pihak ikut bertanggung jawab dan tidak ada yang lepas tangan,” jelas Eko.
Langkah investigasi, kata dia, harus dilakukan secara menyeluruh: mulai dari sumber limbah, aliran buangan, hingga koneksinya ke Sungai Kiyap. Pengambilan sampel air sungai juga diperlukan untuk memastikan ada tidaknya unsur pencemar berbahaya.
Bukan Kasus Pertama, PT SISL Pernah Diperiksa Gakkum KLH
Menariknya, dugaan pencemaran Sungai Kiyap oleh limbah PT SISL bukanlah hal baru. Pada Juli 2021, kasus serupa sempat terjadi dan bahkan menyita perhatian publik secara luas. Ketika itu, air sungai juga berubah warna dan menyebabkan banyak ikan mati mendadak. Tim Gakkum Kementerian LHK bahkan turun langsung untuk melakukan penyelidikan.“Dulu mereka belum punya sistem land application untuk pengolahan limbah. Sekarang kabarnya sudah ada. Tapi kalau ternyata masih ada kebocoran, harus ditelusuri dan dievaluasi kembali sistem pengelolaannya,” tegas Eko.
Sebagai informasi, limbah pabrik kelapa sawit terdiri dari dua jenis utama: limbah padat (seperti tandan kosong, cangkang, serat) dan limbah cair hasil proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO). Jika tidak dikelola dengan baik, limbah ini dapat mencemari air tanah, merusak ekosistem sungai, dan mengganggu kesehatan masyarakat.