PEKANBARU – Gubernur Riau Abdul Wahid tengah menghadapi tantangan besar terkait kondisi keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau yang mengalami defisit anggaran sebesar Rp 1,5 triliun dan tunda bayar yang mencapai lebih dari Rp 2,2 triliun. Jumlah ini tercatat sebagai yang terburuk dalam sejarah keuangan Riau.
Pada rapat pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di Balai Serindit Gedung Daerah, Pekanbaru, Rabu (12/3/2025), Abdul Wahid mengungkapkan kekhawatirannya terhadap situasi ini. Ia menilai, tunda bayar yang terjadi kali ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yang biasanya hanya berkisar antara Rp 200 miliar hingga Rp 250 miliar.
"Hari ini terjadi tunda bayar yang begitu besar. Saya belum pernah menemukan tunda bayar sebesar Rp 2,2 triliun. Biasanya, tunda bayar hanya sekitar Rp 200 miliar hingga Rp 250 miliar. Ini luar biasa dan membuat saya pusing tujuh keliling," ujar Abdul Wahid.
Untuk menangani defisit anggaran tersebut, Gubernur Wahid menyebutkan beberapa langkah yang perlu diambil, salah satunya adalah pemangkasan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Riau. Ia juga menyebutkan pengurangan anggaran pada biaya perjalanan dinas, konsumsi rapat, serta sewa gedung untuk kegiatan seremonial dan Focus Group Discussion (FGD) sebagai upaya penghematan.
"Saya sudah melihat neraca keuangan, belanja pegawai kita sudah mencapai 38 persen dari total anggaran, padahal menurut aturan, belanja pegawai tidak boleh lebih dari 30 persen. Secara logika, kalau kerja tidak ada, tapi gajinya besar, lalu apa yang mereka kerjakan? TPP itu tambahan di luar gaji, seharusnya diberikan berdasarkan beban kerja," jelas Abdul Wahid.
Abdul Wahid juga menambahkan bahwa setiap bulan Pemprov Riau harus mengeluarkan sekitar Rp 85 miliar hanya untuk membayar TPP, sehingga pemangkasan ini dianggap sebagai solusi sementara untuk menjaga stabilitas keuangan daerah.
"Kita harus rasional. Kalau situasi keuangan normal, tentu tidak masalah. Tapi jika terus begini, Riau bisa bangkrut. Saya tidak ingin daerah ini gagal," tegasnya.
Anggota Komisi III DPRD Riau, Abdullah, yang hadir dalam rapat tersebut, menjelaskan bahwa defisit anggaran yang mencapai Rp 2,21 triliun ini mencakup tunda bayar sebesar Rp 916 miliar dan tunda salur ke kabupaten/kota sebesar Rp 550 miliar. Abdullah mengatakan bahwa pihaknya di Komisi III menawarkan beberapa opsi untuk mengatasi defisit ini, termasuk opsi pemotongan TPP ASN yang diusulkan oleh Gubernur Abdul Wahid.
"Pemotongan TPP ASN bisa menjadi langkah terakhir setelah upaya penyelamatan lain dilakukan. Kolaborasi semua pihak sangat diperlukan untuk optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di 27 OPD, pajak daerah, pemanfaatan aset daerah, serta dividen BUMD," ujar Abdullah.
Ia juga menekankan pentingnya efisiensi dan memanfaatkan momentum ini untuk melakukan langkah-langkah ekstra dalam memajukan Riau.
Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Riau, Ayat Cahyadi, mengusulkan agar Pemprov Riau memaksimalkan PAD dengan cara mempercepat pencapaian Pendapatan Daerah, salah satunya dengan meningkatkan pajak bumi dan bangunan (PBB) perkebunan sawit dan reaktivasi sumur minyak tua.
"Pemprov juga perlu memberi kemudahan bagi investor, sehingga dapat membantu peningkatan Pendapatan Daerah," ujar Ayat.
Namun, terkait wacana pemotongan TPP ASN, Ayat menyarankan agar langkah tersebut dipertimbangkan lebih matang, mengingat banyak ASN yang bergantung pada TPP tersebut. "Jika pemotongan TPP dilakukan, khawatir akan menimbulkan masalah baru," tambahnya.
Dengan kondisi keuangan yang sedang sulit, kebijakan pemangkasan TPP ASN menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan oleh Pemprov Riau untuk menjaga agar keuangan daerah tetap stabil. Namun, anggota Dewan Riau menyarankan agar solusi yang lebih komprehensif dan efisien diterapkan, termasuk optimalisasi PAD dan pemanfaatan potensi daerah lainnya, seperti yang dilansir dari tribunnews.(*)