"Sejenak hujan melintas, sapu bumi yang kerontang.
Ia membawa kabar sendu; bahwa alam butuh pemulihan
Dan kita pun rindu soal ini... - Backpaker gokil –
Oleh: Andy Indrayanto
Langit Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, dipulas hitam di sana-sini. Mendung yang menggantung, seakan hendak runtuh. Sejurus kemudian, noktah air dari langit turun satu-satu, menyapu semua permukaan bumi. Penulis yang tengah berada di hutan Semenanjung Kampar di Kecamatan Teluk Meranti, bergegas mencari tempat teduh.
Tak jauh dari situ, ada sebuah tempat istirahat sederhana tak begitu luas, beratap seng tanpa dinding penahan sehingga hembusan angin yang membawa rintik air masih menerpa beberapa tubuh yang berteduh. Kelelahan yang masih menggayut dalam perjalanan ke hutan ini, masih terasa. Penulis dan beberapa rekan wartawan yang datang di Eco Research Camp milik APRIL Group yang berada di Semenanjung Kampar, menghela napas usai berlari kecil menuju tempat berteduh ini.
Hutan di Semenanjung Kampar ini masih wilayah Eco Research Camp milik APRIL Grup yang berada di Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau. Sebuah basis operasional RER dan Pusat Sains Lahan Gambut Tropis untuk penelitian lebih lanjut tentang ekosistem lahan gambut.
Corporate Communication Manager April-Asia, Junior Norris Marpaung, menyambut penulis dan rekan-rekan wartawan lainnya saat menjejakkan kaki di Eco Research Camp. Ia menjelaskan bahwa Eco Camp adalah fasilitas yang dibangun APRIL di dekat area restorasi RER, di tengah Semenanjung Kampar. Lokasi ini dapat ditempuh hanya 30 menit dengan penerbangan helikopter atau empat jam berkendaraan dari Pangkalankerinci.
Eco-Research Camp terletak 140 km sebelah barat daya Singapura, di pesisir timur Sumatra, Provinsi Riau, dengan area seluas 32 hektare, yang sebelumnya merupakan hutan tanaman serat akasia yang bersebelahan dengan Hutan Nilai Konservasi Tinggi Sungai Serkap di Semenanjung Kampar.
Berjarak kurang-lebih 18 km dari Eco Research Camp, rombongan diajak melongok Greenhouse Gas (GHG) Peatland di Grup APRIL yang berada di hutan Semenanjung Kampar. Sebuah menara yang menjulang tinggi, dicat kombinasi warna merah dan putih, berdiri di tengah hutan dengan gagahnya. Kaki-kaki menara begitu kokoh mencengkram bumi. Belum lama di lokasi GHG, hujan pun turun sehingga kami terpaksa harus berteduh di tempat yang sederhana ini.
Asisten Manager GHG Monitoring, Nardi, menjelaskan jika menara tersebut fungsinya adalah untuk mengukur fluks GRK di ekosistem rawa gambut alami. Menara ini merupakan satu dari empat menara fluks GRK yang dioperasikan oleh para ilmuan APRIL untuk mengumpulkan data mengenai pertukaran emisi GRK di empat lanskap yang berbeda. Di bawah menara itulah kami berteduh, dari rintik hujan yang kini menjadi deras di jelang sore itu.

Di atas menara yang tinggi menjulang itu, terpasang instrumen yang melaporkan data di areal proyek Restorasi Ekosistem Riau (RER) seluas 150,000 hektar di pesisir Sumatra. Instrumen tersebut akan merekam kadar oksigen, karbon dioksida, kadar air dan metana, begitu juga data meteorologis seperti suhu dan kelembaban.
"Emisi karbon hari ini telah menjadi isu global, tidak hanya skala nasional saja namun juga internasional, jadi memang penting untuk mengetahui kandungan udara di ekosistem kita. Dan di sini, kita ingin mengelola emisi karbon di area sendiri, hal ini berkaitan dengan tujuan perusahaan untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab,” terangnya.
Di luar, gerimis makin rapat seiring sore yang terus bergeser. Hembusan angin dingin makin menerpa tubuh-tubuh lelah ini. Nardi masih memaparkan keterkaitan fluks GRK dengan emisi karbon yang belakangan istilah ini seolah-olah menjadi merk dagang perusahaan yang komitmen dengan sustainbility. Meski bahasa ilmiah yang dipaparkan Nardi tak sepenuhnya dimengerti namun secara garis besar menara yang di puncaknya terpasang instrumen itu berfungsi untuk mengukur kadar emisi karbon yang keluar-masuk di area.
Dengan bahasa sederhana, untuk menghitung total emisi dan serapan GRK akibat penggunaan lahan pada seluruh areanya, APRIL mengikuti GHG Protocol Agricultural Guidance dan IPCC Guidelines for Agricultural, Forestry, and Other Land Use. Perubahan lahan dihitung berdasarkan rentang waktu tertentu, yaitu 20 tahun berdasarkan analisa data penginderaan jauh.
Emisi GRK akan dihitung sebagai total perubahan stok karbon pada biomassa tumbuhan berkayu dan bahan organik tanah, serta mencakup semua fluks/aliran utama karbon seperti dekomposisi gambut, pertumbuhan dan pemanenan tanaman, serta kebakaran lahan.
Verified Carbon Standard (VCS), Climate, Community and Biodiversity Standards (CCB), atau standar lainnya yang diterima di tingkat internasional akan digunakan untuk melakukan kuantifikasi atas jumlah unit karbon yang digunakan untuk mengimbangi emisi.

Sayang memang, gerimis yang berubah menjadi hujan membuat kami tak bisa menaiki anak tangga menuju puncak menara. Terbayang sudah jika cuaca terang, keindahan hijaunya hutan Semenanjung Kampar makin terlihat menakjubkan. Tantangan memang akan semakin berat ketika hujan atau cuaca berangin karena memanjat Menara akan semakin berbahaya dan peralatannya pun hanya dapat dicek ketika cuaca cerah.
"Sayang hujan, kalau cuaca cerah kita bisa naik dan melihat keindahan dari atas," kata laki-laki asli Jambi ini.
Nardi menjelaskan bahwa instrumen yang ada di puncak menara adalah alat-alat elektronik yang rentan dengan kerusakan, sehingga secara berkala pihaknya harus memastikan bahwa semuanya berfungsi dan merekam dengan baik.
"Apalagi saat hujan karena terkadang instrumen dapat kehilangan sinyal," ujar peraih beasiswa Tanoto Foundation tahun 2010 ini.
Tak jauh dari situ, sebuah kandang besi ukuran besar berdiri di sudut hutan. Ada tiga ruangan dalam jeruji besi itu; dimana ruangan pertama dibatasi jeruji besi dan tembok dengan pintu masuk yang berada di sudut, ruangan luas yang dibatasi juga oleh tembok dan jeruji besi, persis di ruangan pertama.
"Ini bekas penangkaran Harimau Corina," Juno menjawab rasa penasaran kami soal kandang itu.
Kata Juno, satwa langka itu ditemukan di awal 2020 saat terjerat di perkebunan masyarakat di Semenanjung Kampar. Setelah diobati dan dibawa ke Sumatra Barat tepatnya di Dharmasraya, Harimau Corina itu dikembalikan ke alam liar. Dalam prosesnya, Tim RER ikut aktif bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengembalikan Harimau Sumatra bernama Corina ke habitatnya.
"Kawasan restorasi RER terpilih menjadi tempat pelepasliaran Corina setelah melalui serangkaian kajian dengan mempertimbangkan keadaan alam hutan, keberadaan jenis mangsa dan upaya perlindungan aktif, serta kemungkinan interaksi dengan manusia yang relatif rendah," terangnya.
Penangkaran ini lalu menjadi adaptasi pertama Harimau berjenis betina itu kembali ke alam liar. Saat melepas Corina ke alam liar, tim sempat memasang GPS di leher Corina untuk memantau keadaannya. Dan saat ini, Corina masih berkeliaran di habitatnya.
"Kita harapkan Corina bisa berkembang biak sehingga satwa yang tergolong langka itu tidak punah," sebut Juno.
RER; Penjaga Sepetak Bumi Tuhan di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang
Dua belas tahun lalu, nun di pesisir timur pulau Sumatra, Restorasi Ekosistim Riau (RER) dibentuk oleh Grup APRIL. Ia merupakan tonggak penting dalam mendukung upaya Indonesia mengatasi deforestasi, melestarikan keanekaragaman hayati, memulihkan ekosistem yang terdegradasi, dan mendorong pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan lanskap produksi-proteksi.
Area hutan yang disebut RER itu terletak di dua wilayah dengan area hutan seluas 150.693. Area seluas 130.095 hektar berada di tengah blok hutan yang membentang 344.573 hektar di Semenanjung Kampar, sementara sisanya sebanyak 20.599 hektar berada di Pulau Padang, yang letaknya tidak berjauhan. Luas kawasan restorasi di Semenanjung Kampar sendiri ternyata dua kali luas Singapura.
Hujan tak serapat tadi meski rinainya masih menyentuh pucuk-pucuk daun. Beberapa ratus meter dari tempat GHG Monitoring tadi, mobil yang kami tumpangi kembali berhenti. Berjalan beberapa langkah menembus lebatnya hutan Semenanjung Kampar, sebuah aliran sungai gambut menghentikan langkah kami.
Aliran sungai deras berwarna hitam dengan lebar kurang-lebih 2-3 meter, terlihat dihalangi tumpukan karung sedemikian rupa hingga menyerupai bendungan atau dam yang menutupi aliran sungai.
Salah satu tim RER yang bertugas di situ, Iqbal, menerangkan bahwa dam itu dibangun menggunakan berbagai jenis material namun yang paling efektif ialah menggunakan karung pasir yang diletakkan di mulut kanal, tempat air mengalir masuk ke sungai.
Tiap karung dibuat dari bahan polipropilena sintetis yang dikenal dengan nama geo-reinfox, yang tahan korosi sekaligus tahan sinar ultra-violet serta mampu menanggung beban seberat 25-30 kilogram.

"Karung-karung tersebut kami susun berlapis mengikuti pola tangga supaya dapat menahan bobot air yang menekan dam. Banyaknya karung yang diperlukan tergantung dari ukuran lebar dan kedalaman kanal," bebernya seraya menyebutkan jika kebutuhan untuk tiap dam berkisar 80-300 karung.
Penutupan kanal sendiri dimaksudkan agar Semenanjung Kampar yang didominasi lahan gambut ini tidak mengering, selain juga sebagai pencegah kebakaran. Untuk penutupan kanal ini, langkah pertamanya yakni merestorasi lahan gambut yang mengering dengan mengidentifikasi lokasi kanal kemudian menetapkan penutupan kanal prioritas, lalu melakukan survei guna menentukan tingkat kemiringan tiap kanal drainase atau yang biasa disebut profile-levelling.
"Kondisi seperti ini memungkinkan ahli pengelolaan air mengetahui panjang dan tingkat kemiringan kanal serta menetapkan lokasi yang tepat untuk tempat membangun dam/bendungan," kata Iqbal.
Saat ini, RER bekerja untuk memastikan beda tinggi muka air setinggi 40 cm di sepanjang tiap kanal. Dengan begini, akan terbentuk rangkaian terasering yang akan memperlambat laju aliran air dan menjaga agar tingkat kelembapan gambut dapat bertahan lebih lama selama musim kemarau. Begitu dam sudah terbentuk dan aliran air melambat atau bahkan terhenti, proses selanjutnya untuk mengisi cekungan air yang ada di balik tiap dam dapat terjadi secara alami.
"Kami dari RER berencana menutup seluruh kanal sepanjang 16 km dalam waktu sepuluh tahun sejak tahun 2016. Sampai saat ini, kami telah berhasil menutup 41 kanal, dengan panjang total mencapai 232 kilometer menggunakan 87 dam buatan tangan," ujarnya.
Perjalanan kembali dilanjutkan menyusuri jalan yang sama. Lagi-lagi mobil berhenti dan rombongan kembali turun. Melewati jembatan yang terbuat dari papan, sebuah plang menunjukkan tempat kami berada yakni Central Nursery Anakan Alam, Estate Restorasi Kampar Peninsula, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Di sini, seorang lelaki bertubuh kurus menyambut kami dengan keramahan yang alami. Sataria Efendi, namanya. Dalam central Nursery ini, puluhan bibit anakan alam yang dilindungi jaring bagai sangkar burung, melingkupi area Nursery tersebut. Berbagai bibit jenis pohon yang berada di Kawasan RER, ada semua di sini. Dari bibit yang familiar sampai bibit yang baru pertama kali di lihat.
"Di sini ada sekitar 26.616 bibit dengan 30 spesies tanaman," kata Satar, panggilan akrabnya, memulai penjelasannya.
Cerita Satar, bibit baru yang dihasilkan dari persemaian tersebut berasal dari hutan alam yang ada di sekitar hutan Semenanjung Kampar, baik melalui bibit anakan alam cabutan dari lantai hutan, benih/biji yang jatuh dari pohon, dan bibit hasil stek tanaman yang diambil secara selektif dan hati-hati dari pohon dewasa.
Dan penggunaan bibit anakan alam cabutan mencakup pemindahan bibit secara hati-hati dari tanah tempat asalnya di hutan lalu menempatkannya dalam kantong tanam yang telah diisi tanah untuk kemudian dirawat di persemaian.
"Bibit itu diambil dari lokasi hutan yang memang punya banyak bibit, dengan maksud agar bibit tersebut dapat ditanam di lokasi lain yang hanya memiliki sedikit pohon," ujarnya.
Penggunaan stek, menurut Satar, lebih mudah dibandingkan dengan biji/benih, dan stek tanaman ini dapat mereplikasi sifat tanaman yang diinginkan, seperti misalnya kecepatan tumbuh dan bentuk tanaman pada beberapa jenis pohon. Bibit anakan alam cabutan dan bibit stek merupakan sumber bibit yang paling umum digunakan di RER.
"Pengumpulan bibit merupakan proses yang terus-menerus dijalankan oleh tim persemaian, karena bibit yang dipindahkan kerap mati karena kaget saat dipindahkan, kerusakan akar, gangguan serangga, atau infeksi. Dan bibit tetap berada di persemaian sekitar satu tahun guna memastikan agar akar, batang, dan daunnya sudah kuat dan ‘siap tanam’ antara 12-18 bulan kemudian," jelasnya.
Restorasi (pemulihan) hutan ini dilakukan dengan melakukan regenerasi pohon secara alami melalui pasif atau aktif regenerasi. Apabila kondisi ekologi mendukung, regenerasi alami merupakan pendekatan yang paling hemat biaya dalam memulihkan keanekaragaman hayati, proses ekologi, dan/atau jasa lingkungan.
Tim RER sendiri yang bertanggungjawab di lokasi tersebut, selama ini menggunakan gabungan dari berbagai teknik regenerasi karena upaya ini esensial demi memperoleh kumpulan spesies yang lebih kaya dalam bentang alam. Namun demikian, kebanyakan regenerasi merupakan regenerasi alami karena padatnya tutupan hutan yang ada (sekitar 99%).
Tak hanya itu, RER juga menerapkan pendekatan pengelolaan yang adaptif, yakni dengan terlebih dahulu melakukan penilaian tahunan atas kondisi tiap blok area kerja serta memperhatikan berbagai faktor manusia dan faktor lingkungan sebelum kegiatan pengelolaan dilakukan.
Regenerasi aktif digunakan apabila telah terjadi gangguan manusia yang relative baru dan/atau apabila regenerasi alami tidak terjadi secara memadai. Targetnya RER dengan melakukan regenerasi aktif mencapai 400 pohon per hektar dengan jarak 5×5 meter. Enam bulan setelah penanaman, dilakukan pengecekan terhadap bibit yang ditanam, dan bibit yang mati akan diganti.
Kemitraan yang Terjaga
Sejauh ini RER berhasil mencegah terjadinya pembalakan liar, kebakaran hutan atau gangguan hutan lainnya di wilayah Semenanjung Kampar.
RER sendiri mengadopsi pendekatan berbasis masyarakat untuk melakukan pencegahan kebakaran yang disusun dan diterapkan secara sukses oleh APRIL sebagai bagian dari Program Desa Bebas Api. Upaya ini didukung dengan kemampuan pemadaman api secara cepat apabila terjadi kebakaran yang tiba-tiba di dalam kawasan RER.
Sejak tahun 2015 sampai saat ini tidak tercatat adanya titik panas atau kebakaran di dalam area RER. Catatan yang baik ini diperoleh berkat gabungan beberapa faktor, termasuk penempatan secara aktif petugas penjaga keamanan di tiap titik akses masuk ke dalam kawasan RER, patroli harian untuk meredam penggunaan api untuk melakukan pembukaan lahan, implementasi program Desa Bebas Api oleh APRIL di sembilan kelompok masyarakat yang memiliki kaitan dengan RER, program Eco-Village (desa ramah lingkungan) yang dilakukan BIDARA bersama kelompok tani di dusun Sangar untuk mempromosikan metode bercocok tanam tanpa bakar dan intensif, serta kesepakatan antara RER dan para nelayan di Sungai Serkap untuk melarang penggunaan api.
Hal ini diakui langsung oleh Sekretaris Kelompok Nelayan Serkap Jaya Lestari (SJL), Hermansyah (35), pada penulis, beberapa waktu lalu. Menurutnya, sebelum RER dibentuk, sungai Serkap merupakan aliran sungai yang menjadi "Surga" bagi para pembalak liar dan kerap terjadi karhutla di daerah tersebut. Bagi para nelayan di sepanjang sungai yang masuk dalam wilayah Semenanjung Kampar itu, kehadiran para penjaga hutan dari RER ibarat menyembuhkan “luka lama”.
Pasalnya, jauh sebelum RER yang diinisiasi APRIL-RAPP melindungi rawa gambut di Semenanjung Kampar termasuk Sungai Serkap di dalamnya, sungai yang menjadi mata pencaharian Hermansyah dan nelayan lainnya itu merupakan jalur "surga" bagi penebang illegal logging.
"Dari sini pohon-pohon yang sudah ditebang dihanyutkan ke Sungai Kampar," Mata Hermansyah menerawang, seolah-olah gambaran "luka lama" itu terbayang kembali dibenaknya.
Saat musim illegal logging, masih kata Hermansyah, jalur sungai justru menjadi bersih meski tak disadari ekosistim lingkungan malah menjadi rusak. Vegetasi alam sepanjang Sungai Serkap pun kerap terjadi kebakaran namun tak ada yang coba padamkan jika terjadi kebakaran.
Kehadiran RER di tahun 2013 yang membawa perubahan signifikan di lokasi tersebut membuat masyarakat yang berada di bantaran Sungai Serkap bagai kedatangan Sang Dewa Penolong.
RER mengajarkan para nelayan tentang pola penangkapan ikan berkelanjutan yang tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi biota air di sungai, RER intens menyambangi masyarakat untuk tidak membakar hutan yang akan mengakibatkan habisnya vegetasi alam flora dan fauna yang ada di sepanjang Sungai Serkap,
"Sosialisasi intens RER, membuat kesadaran kami menjaga lingkungan di Semenanjung Kampar khususnya Sungai Serkap semakin tumbuh dan sadar bahwa betapa pentingnya menjaga keanekaragaman hayati yang ada di sungai tempat kami mencari nafkah ini," tandasnya.
Kelompok nelayan Serkap Jaya Lestari (SJL) yang diketuai Bachtiar ini menjadi bukti kerjasama RER dengan masyarakat di bantaran Sungai Serkap. Kerjasama ini memastikan tersedianya akses penangkapan ikan dan mendorong praktik penangkapan ikan tradisional yang mengusung keberlanjutan.
Tujuannya membantu anggota kelompok agar dapat mandiri dan meningkatkan penghidupan mereka seiring upaya restorasi hutan rawa gambut. Tiap hari petugas RER keluar masuk hutan, menyusuri sungai, menjumpai para nelayan dan menjelaskan betapa pentingnya menjaga keanekaragaman hayati yang ada di sungai.
"Pos-pos jaga didirikan RER seiring pembatasan penangkapan ikan menggunakan setrum, dan di beberapa bagian sungai dipasang papan peringatan larangan membakar hutan berikut sanksinya, serta perburuan satwa. Konsistensi RER melindungi Sungai Serkap membuat sungai ini berangsur pulih dan ikan kembali banyak," tutur laki-laki kelahiran tahun 1988 ini.
Kemitraan dengan masyarakat tempatan menjadi satu tugas pokok RER dalam menjaga restorasi di Semenanjung Kampar. Sungai Serkap jadi salah satu prioritas RER, agar keanekaragaman hayati di sungai itu terjaga.
Kurang-lebih ada 40 ribu orang yang tinggal di dalam dan di sekeliling Kawasan RER, baik di Pulau Padang dan di Semenanjung Kampar. Dengan jumlah sebanyak itu, personil RER harus menyisihkan waktu dan tenaga agar bisa bekerja sama dengan masyarakat tempatan.
Kerjasama menjadi hal yang penting karena RER harus pastikan kegiatan tradisional, seperti menangkap ikan dan mengumpulkan madu, tetap terlindungi sehingga usaha kecil mereka mendapat dukungan. Selain itu, masyarakat harus mendapatkan informasi tentang pentingnya pelestarian lingkungan flora dan fauna.
"Pondok-pondok yang dulu rusak diperbaiki. Penerangan yang dulu pakai lampu minyak sudah tenaga surya. Alat-alat penangkap ikan dan ilmu-ilmu diajarkan pada kami dengan mendatangkan orang-orang dari Dinas Perikanan Provinsi dan juga Kabupaten. Mereka ajarkan budidaya ikan kerambah yang diolah menjadi abon atau lainnya," beber Hermasnyah.
Simbiosis mutualisme terjadi antara RER dan masyarakat setempat. Pendekatan lanskap terhadap konservasi memang harus melibatkan masyarakat. Karena jika tidak, kesamaan visi, misi dan tujuan jelas tak sama. Dan kehadiran RER yang dicetuskan APRIL menjadi penting bagi masyarakat yang selama ini membabi buta menangkap ikan, tanpa mengindahkan keberlanjutan ekosistim jangka panjang.
Bangkitkan Kemampuan Masyarakat Jadi Mitra Konservasi Hutan
Tak hanya di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang saja, konservasi dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan di Riau yang diinisiasi RAPP juga menyentuh sejumlah wilayah operasional perusahaan dengan melibatkan masyarakat dan pemerintah setempat.
Sedari awal, Grup APRIL memang percaya bahwa prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Berkelanjutan adalah bagian penting dari solusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan memberi manfaat sosial dalam jangka panjang.
Dilansir dari www.inside-rge.com, di penghujung tahun 2022 di pertengahan Desember, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) - APRIL Group melakukan penandatanganan nota kesepahaman. Kegiatan ini diinisiasi melalui program konservasi bersama masyarakat.
Kemitraan ini merupakan bagian dari program konservasi masyarakat APRIL yang baru-baru ini diluncurkan, yang telah menerima dukungan dari pemerintah daerah dan provinsi di Riau, dan akan berkontribusi pada tujuan perlindungan iklim dan keanekaragaman hayati Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan ketentuan MOU tersebut, APRIL – melalui unit operasinya, PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) – akan meluncurkan Program Konservasi Masyarakat dan Mata Pencaharian Berkelanjutan sebagai percontohan di lima desa di Riau. Kelima desa tersebut adalah Kelurahan Teluk Meranti, Pulau Muda, Kelurahan Pelalawan, Dayun, dan Penyengat.
Program baru ini akan membantu memastikan konservasi hutan alam yang tersisa di dalam kawasan masyarakat tersebut. Pihak lain dalam perjanjian yang baru ditandatangani ini termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Tasik Besar Serkap, yang keduanya merupakan badan negara, dan Lembaga Konservasi Hutan Teluk Meranti yang berpusat pada masyarakat.
Program baru ini mencakup serangkaian kegiatan berbasis masyarakat yang akan membangun kemampuan masyarakat sebagai mitra konservasi hutan. Program ini telah ditetapkan sebagai langkah konkret untuk mendukung rencana Penyerap Bersih Kehutanan dan Tata Guna Lahan (FOLU) 2030 Indonesia dan tujuan inisiatif Riau Hijau.
Pada penandatanganan nota kesepahaman itu, mantan Gubernur Riau, Syamsuar, mengakui pentingnya Program dan kolaborasi antara berbagai kelompok pemangku kepentingan – termasuk Pemerintah provinsi dan kabupaten, masyarakat, serta LSM dan sektor swasta – untuk mewujudkannya.
Dalam kesempatan tersebut, mantan orang nomor satu di Provinsi Riau itu menjelaskan bahwa MoU ini akan mendukung kebijakan nasional dalam mengurangi emisi GRK dan akan membantu meningkatkan keberlanjutan ekosistem hutan dan gambut, sekaligus meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.
"Di Riau, ini akan membantu upaya kita untuk mengurangi emisi dan beradaptasi dengan dampak iklim sebagai bagian dari Kontribusi Nasional yang Ditetapkan (NDC) negara ini. Ini juga merupakan tindak lanjut dari inisiatif Pembangunan Rendah Karbon Pemerintah,” katanya.
Masih dikutip dalam situs tersebut, di kesempatan itu, Kepala Operasi Keberlanjutan Grup APRIL, Craig Tribolet, mengatakan bahwa tujuan dari Program ini adalah untuk membantu melindungi lanskap hutan dan keanekaragaman hayati di wilayah masyarakat.
"Ini untuk mendukung target konservasi dan iklim Pemerintah daerah dan nasional, dan sejalan dengan komitmen keberlanjutan kita sendiri," tandasnya.
Program baru ini sendiri didukung oleh independen Earthworm, yang memberikan nasihat tentang sejumlah masalah teknis yang berkaitan dengan masyarakat yang berpartisipasi. Kemitraan dengan masyarakat merupakan bagian dari komitmen APRIL2030 untuk memperjuangkan konservasi di lanskap produksi-perlindungan.
Tak kalah pentingnya, program ini juga sejalan dengan komitmen APRIL dalam Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0, yang menyoroti pentingnya pendekatan bentang alam terhadap konservasi kawasan hutan dan lahan gambut, sekaligus menggabungkan nilai-nilai lingkungan dan sosial penting lainnya.
Salah satu penggiat konservasi di Kampung Penyengat, Siak, Anton Kerani, lebih jauh menceritakan awal terbentuknya program Community Conservation Program (CCP) ini memang diinisiasi oleh PT RAPP. Di tahun 2022 itu, PT RAPP mengajak masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Hutan yang ada di sekitar masyarakat.
"Kemudian selanjutnya antara Kelompok Masyarakat, KPH Tasik Besar Serkap dan PT RAPP menyepakati secara bersama jika areal berhutan untuk ditetapkan sebagai areal CCP yang akan kita fokuskan untuk pengamanan dan pelestariannya di areal tersebut," kata Anton pada penulis via selulernya, awal Mei lalu.
Dijelaskannya, bahwa konservasi bersama masyarakat ini merupakan program kerja sama antara Kelompok Masyarakat, PT RAPP, dan KPH dimana semua pihak membuat kesepatan bersama-sama dalam menjaga dan melestarikan hutan yang ada di sekitar Kampung Penyengat serta tetap memperhatikan peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Sementara di Kabupaten Pelalawan sendiri dalam hal konservasi, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), bagian dari APRIL Group, terus menunjukkan komitmennya dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau. Melalui Program Desa Bebas Api (Fire Free Village Program) yang dimulai sejak 2014, perusahaan ini telah melibatkan 42 desa di lima kabupaten dengan luas area mencapai 902.872 hektar.
Sebelumnya, di pertengahan tahun 2024, dilakukan penandatanganan MoU antara RAPP dan pemerintah daerah setempat yang dihadiri langsung oleh Bupati Pelalawan, H. Zukri, dan Pj Bupati Kampar, Hambali. Orang nomor satu di Kabupaten Pelalawan itu memberikan apresiasi kepada program ini yang telah memberikan kontribusi positif terhadap upaya menjaga lingkungan dan mencegah kebakaran.
"Program desa bebas api yang digagas PT. RAPP patut diapresiasi karena ini adalah sebuah niat yang mulia untuk menjaga agar negeri kita bebas dari api," ujar Bupati Zukri.
Menuju APRIL2030 & Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0
Target pemerintah Indonesia yang dituangkan melalui FOLU Net Sink 2030 adalah untuk mendorong tercapainya tingkat emisi GRK sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030 dan dilaksanakan melalui pendekatan yang terstruktur dan sistematis.
Disitir dari situs menlhk.go.id, mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Panel Tingkat Tinggi tentang Keterkaitan Pertanian dan Kehutanan di Roma, Italia, awal Oktober 2021 lalu memaparkan bahwa pelaksanaan program FOLU Net Sink 2030 tersebut merupakan wujud nyata dari komitmen sektor kehutanan Indonesia.
"Tidak hanya untuk kepentingan nasional, tetapi juga untuk berkontribusi kepada masyarakat global menuju pemulihan hijau, sekaligus membangun ekonomi yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan," katanya.
Siti Nurbaya mengatakan, untuk pencapaian FOLU Net Sink2030 ini, maka ada empat strategi yang dipaparkan Menteri Siti yakni menghindari deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon (sink).
Dua tahun sebelum pemerintah menargetkan FOLU Net Sink 2030, APRIL-RAPP dan APR sendiri telah berkomitmen dalam mendukung target pemerintah tersebut melalui komitmen transformatifnya yang disebut APRIL2030.
APRIL2030 sendiri merupakan komitmen berkelanjutan transformatif yang berisi serangkaian aksi nyata yang akan berkontribusi positif terhadap iklim, alam dan pengembangan masyarakat dalam 10 tahun ke depan.
Komitmen ini semakin menegaskan Grup APRIL, yang merupakan unit usaha Royal Golden Eagle (RGE), sebagai perusahaan yang mendukung bisnis berkelanjutan sekaligus mendorong tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan/Sustainable Development Goals/SDGs di Indonesia.
Direktur RGE Anderson Tanoto mengatakan, bahwa situasi yang dihadapi sekarang ini memang berat dan penuh tantangan namun masih ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk bertransformasi mewujudkan masa depan lebih baik lagi.
“Kami berkomitmen menjalankan aksi nyata dan bertransformasi lebih lanjut dalam satu dekade mendatang," kata Anderson seperti dikutip dari Investor Daily, pertengahan November 2020.
Dia memaparkan, bahwa komitmen APRIL2030 terdiri dari serangkaian target spesifik berbasis sains yang dikelompokkan menjadi empat komitmen yaitu, Pertama, iklim positif yang mencakup aksi aksi yang menekankan penerapan solusi berbasis sains terbaik untuk mengurangi emisi karbon secara drastis termasuk mencapai nol emisi karbon bersih dari penggunaan lahan dan mengurangi karbon emisi produk hingga 25%. Kedua, Lanskap yang berkembang yang mencakup sejumlah target untuk memajukan konservasi dan keanekaragaman hayati dengan memprioritaskan pendekatan proteksi produksi Grup APRIL, salah satunya memastikan tidak adanya net zero loss di kawasan yang dilindungi.
Ketiga, Kemajuan Inklusif yang mencakup langkah langkah konkrit untuk memberdayakan masyarakat melalui serangkaian inisiatif transformatif khususnya pada aspek pelayanan kesehatan, edukasi, kesetaraan gender dan salah satu targetnya adalah memerangi kemiskinan ekstrem dalam radius 50 kilometer dari kegiatan operasional di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau. Keempat, Pertumbuhan Berkelanjutan yang bertujuan untuk mengembangkan bisnis APRIL secara berkelanjutan melalui diversifikasi, sirkularitas dan produksi yang bertanggung jawab.
Presiden Direktur Grup APRIL, Praveen Singhavi mengatakan sebagai perusahaan yang beroperasi di negara berkembang, komitmen untuk menjalankan kegiatan usaha berkelanjutan dengan mendorong kemajuan bagi masyarakat menjadi semakin penting dilakukan.
Aksi nyata untuk memulai komitmen APRIL2030 ditandai dengan diskusi lanjutan dengan Wildlife Conservation Society untuk mendukung perlindungan satwa liar dari perdagangan ilegal di Indonesia termasuk spesies yang terancam punah. Kerjasama ini memperkuat hubungan kemitraan bersama Fauna and Flora International yang telah lama dibangun di Restorasi Ekosistem Riau.
Tidak hanya itu, Grup APRIL juga memperluas komitmen konservasi dan restorasi hutan dengan menyisihkan dana dari tiap ton kayu yang digunakan dalam produksi untuk membiayai investasi di bidang lingkungan sebesar US$ 10 juta/tahun.
Dilansir dari aprilasia.com, strategi APRIL di bidang keberlanjutan teraplikasikan dalam bisnisnya dengan beberapa cara, mulai dari prinsip 5C yang dicetuskan oleh pendiri perusahaan hingga metrik atau ukuran kinerja. Prinsip 5C tersebut menyatakan bahwa apa yang baik bagi perusahaan, pertama haruslah baik bagi negara, masyarakat, iklim, dan pengguna.
Di tingkat operasional, implementasi SFMP berkontribusi pada tercapainya balanced scorecard, yang terintegrasi dengan metrik atau ukuran usaha yang sifatnya lebih tradisional. Pertumbuhan usaha APRIL ke depan akan dilandaskan pada strategi ini, seiring dengan peralihan fokus usaha perusahaan dari volume ke nilai, dengan mengikutsertakan diversifikasi dan inovasi produk di hilir.
Grup APRIL juga berkomitmen menghentikan kegiatan deforestasi hutan alam dari rantai pasokan dan melindungi hutan dan lahan gambut dimana perusahaan beroperasi, serta mendukung praktik-praktik terbaik dalam pengelolaan hutan di semua negara dimana perusahaan mendapatkan bahan baku kayu.
Kebijakan APRIL dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0 (Sustainable Forest Management Policy/ SFMP) ini dibuat dengan memperhatikan masukan dari Stakeholder Advisory Committee (SAC) dan para pemangku kepentingan lainnya dari masyarakat sipil (civil society). Kebijakan ini merupakan sebuah evolusi dari Kebijakan SFMP 1.0, yang diluncurkan pada 28 Januari 2014.
Begitulah, sampai saat ini APRIL terus berkomitmen melakukan pengelolaan hutan secara berkelanjutan sebagai bagian dari model perlindungan-produksi yang memadukan pembangunan ekonomi dan sosial dengan perlindungan lingkungan hidup, selaras dengan prioritas Pemerintah Indonesia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dari PBB.
Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Sustainable Forest Management Policy/SFMP 2.0) APRIL menjadi inti dari fokus perusahaan di bidang keberlanjutan serta memberikan arahan bagi pendekatan yang dilakukan guna mencapai hasil optimal bagi masyarakat, lingkungan hidup, dan ekonomi. Karena sesuai visinya sedari awal didirikan, Grup APRIL berkeyakinan bahwa pembangunan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab bisa membantu masyarakat setempat keluar dari siklus kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka, serta membangun masa depan Indonesia yang lebih baik lagi. Semoga!***
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
BERITA LAINNYA |
|
|
Progres 53 Persen, Tol Lingkar Pekanbaru Siap Jadi Penghubung Strategis Sumatra
 Jangan Khawatir, 51 SMA Sederajat Swasta di Riau Dibantu Bosda Afirmasi
 Dibanderol Rp1,728 Miliar, BMW All New X3, Desain Lebih Gagah, Penuh Gaya dan Elegan
 Wawako Pekanbaru Ingatkan SPMB 2025 Wajib Bebas Pungli dan Murid Titipan
 Pelajar SMP Tewas Tertembak di Pekanbaru, DPRD Minta Pelaku Dihukum Seadil-adilnya
 |
|
BMKG Catat Riau Nihil Karhutla Hari Ini
 Suzuki New Carry Kuasai Penjualan Suzuki, Capai 55,47% di Mei 2025
 Belanja Negara di Riau Capai Rp11,26 T per Mei 2025, Transfer ke Daerah Tumbuh Positif
 Gubri Abdul Wahid dan Komisi V DPR RI Tinjau Tol Pekanbaru-Dumai, Fokus Percepatan Infrastruktur
 HUT ke-241 Pekanbaru, Pemko Gratiskan Bus Trans Metro Selama 3 Hari, Catat Tanggalnya!
 |
Komentar Anda :