Legislator Dapil Kampar ini Sebut Banjir Akibat PLTA Koto Panjang Bisa Diminimalisir
PEKANBARU - Anggota DPRD Riau Dapil Kampar, Diski menyoroti persoalan banjir yang kerap terjadi di wilayah hilir akibat pembukaan pintu air Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang.
Menurutnya, banjir tersebut seharusnya bisa dicegah jika pihak pengelola PLTA melakukan langkah antisipatif yang terencana dan tidak menunggu kondisi kritis.
"Sebetulnya banjir ini bisa dikendalikan. Ketika curah hujan di Sumatera Barat tinggi, seharusnya PLTA mulai membuka pintu air secara bertahap, jangan menunggu air sudah meluap," ujar Diski, Kamis (8/5/2025).
Diski, yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN di DPRD Riau ini menilai, kurangnya koordinasi antara pihak PLTA dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjadi salah satu faktor lambannya respons terhadap potensi banjir.
Ia menekankan perlunya koneksi data real-time antara PLTA dan BMKG, terutama di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar sebagai hulu dari Danau PLTA Koto Panjang.
"PLTA harus terhubung langsung dengan informasi dari BMKG di daerah hulu. Dengan begitu, pembukaan pintu air bisa dilakukan sebelum air meluap dan menyebabkan banjir di hilir," tuturnya.
Ia juga menyoroti dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan masyarakat akibat banjir. Menurutnya, warga yang menggantungkan hidup dari Sungai Kampar sangat terdampak, karena selain rumah terendam, mata pencaharian mereka juga ikut terganggu.
"Banjir ini bukan hanya merendam rumah warga, tapi juga mematikan sumber penghasilan mereka. PLTA seharusnya punya tanggung jawab sosial untuk menunjukkan kepedulian kepada masyarakat yang terdampak," ujarnya.
Diski menjelaskan, sebelum keberadaan PLTA, banjir memang terjadi, namun frekuensinya jauh lebih jarang. Dulu, banjir besar hanya terjadi satu kali dalam beberapa tahun.
Kini, hampir setiap kali pintu air dibuka, banjir langsung melanda kawasan sekitar aliran Sungai Kampar.
Tak hanya itu, ia juga mengungkap penyebab lain dari seringnya banjir adalah terjadinya pendangkalan danau akibat sedimentasi.
Hal ini menyebabkan daya tampung air menurun drastis, sehingga air mudah meluap saat curah hujan tinggi.
"Oleh karena itu, selain perbaikan tata kelola air, perlu juga dilakukan normalisasi dan reboisasi di kawasan sekitar danau agar daya tampung air bisa kembali optimal," tandasnya.
Editor: Barkah
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :