PEKANBARU - Komisi II DPRD Riau dengan tegas menyuarakan penolakan terhadap praktik pengoplosan beras subsidi milik Bulog yang baru-baru ini terbongkar di Kota Pekanbaru.
Kasus tersebut diungkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, yang menetapkan seorang distributor berinisial L sebagai terduga pelaku.
Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Androy Ade Rianda mengapresiasi langkah cepat dan tegas aparat kepolisian dalam mengungkap kasus ini, dan menegaskan pentingnya kolaborasi lintas instansi guna mencegah kejadian serupa terulang.
"Kemarin Komisi II bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) telah turun melakukan koordinasi dengan Bulog, meski hasilnya belum kami terima," ujar Androy kepada halloriau.com, Senin (28/7/2025).
Lebih lanjut, Androy menekankan, pengoplosan beras merupakan bentuk manipulasi yang merugikan masyarakat, apalagi menyangkut komoditas pangan dasar. Ia meminta semua pihak yang terlibat dalam distribusi beras untuk berjualan secara jujur.
"Kita berharap kepada mitra tidak ada lagi yang melakukan oplosan. Juallah beras dengan apa adanya. Kalau premium ya premium, kalau biasa ya sesuai dengan kualitasnya," tegasnya.
Androy juga meminta Kepolisian Daerah Riau untuk terus melakukan inspeksi mendadak (sidak) agar oknum-oknum yang memanipulasi kualitas beras bisa segera ditindak.
Kasus ini sendiri terbongkar pada Sabtu (26/7/2025) oleh Subdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Riau di sebuah gudang distributor di Jalan Pemasyarakatan, Pekanbaru. Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan bahkan turun langsung ke lokasi.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi mengamankan pelaku beserta barang bukti sekitar 8–9 ton beras oplosan dalam berbagai kemasan.
Beras kualitas rendah dicampur dengan beras medium, lalu dikemas ulang dalam karung SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) milik Bulog berukuran 5 kilogram.
"Praktik ini meresahkan masyarakat karena menyangkut kebutuhan dasar. Ini bagian dari tindak lanjut instruksi Kapolri untuk menindak segala bentuk kecurangan di sektor pangan," ucap Irjen Herry.
Tak hanya itu, pelaku juga melakukan repacking beras murah ke dalam karung premium berlabel merek seperti Airan, Family, Anak Daro Merah, dan Kuriak Kusuik.
Beras tersebut dijual dengan harga Rp13.000 per kilogram, padahal modal pelaku hanya berkisar Rp6.000 hingga Rp8.000 per kilogram.
Irjen Herry menegaskan, pengusutan kasus ini dilakukan secara terbuka dan akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Kami pastikan proses penyidikan berjalan transparan. Masyarakat berhak atas pangan yang layak dan tidak boleh menjadi korban dari praktik manipulatif seperti ini," tutupnya.
Editor: Barkah