Oleh Riki Ariyanto
Mahacinta Jewelry bukan sekadar usaha kerajinan, melainkan rumah harapan tempat setiap orang diberi ruang untuk tumbuh dan berbagi rezeki.
PEKANBARU - Syarifah Fety Adhani sedang fokus menghitung gelang manik-manik yang sudah selesai dibuat. Gadis belia itu kemudian mengambil kawat tembaga tipis dan batu alam yang mungil. Dengan teliti, jari jemarinya mulai membentuk pola dan dalam sekejap mata bros cantik berhasil dibuatnya.
Gadis yang akrab disapa Fety merupakan seorang tunarungu. Walau terlahir sebagai penyandang disabilitas sensorik, namun bukan berarti tanpa kemampuan untuk bermimpi. Di dunia yang sunyi bagi sebagian orang, Fety justru menemukan dunianya sendiri di rumah produksi Mahacinta Jewelry.
Di rumah produksi UMKM milik Marlian Dwi Ratih (42), Fety diajarkan membuat aksesoris kecantikan, seperti gelang, kalung, hingga bros hijab sejak tahun 2024.
Komunikasi di Mahacinta Jewelry dilakukan dengan bahasa isyarat sederhana, namun berkat alat bantu dengar, memungkinkan Fety mendengar setiap pengarahan yang diberikan.
“Awalnya sulit, tapi lama-lama bisa,” kata Fety terbata-bata. “Saya suka bantu-bantu di sini.”
Bagi Fety membuat gelang manik-manik dan bros hijab bukan sekadar pekerjaan. Ini adalah cara untuk membuktikan keterbatasan bukan berarti ketidakmampuan. Setiap manik-manik atau batu alam yang dirakit menyimpan makna bahwa tangan-tangan penyandang disabilitas juga mampu menghasilkan karya yang setara dengan siapa pun.

(Syarifah Fety Adhani, seorang tunarungu sedang membuat bros hijab produk Mahacinta Jewelry/foto-riki)
Pertemuan Marlian Dwi Ratih yang akrab disapa Bu Ade dengan gadis 19 tahun itu berawal saat Mahacinta Jewelry memberikan pelatihan ke SLB Negeri Sri Mujinab Pekanbaru. Di sana Bu Ade melihat Fety, ketua kelas memiliki potensi dan bakat yang bisa diasah.
“Saya melihat Fety ada kemampuan dan kemauan. Dari semua anak di SLB itu Fety yang lebih cepat menangkap arahan yang saya ajarkan. Temannya yang lain cukup kesulitan ketika harus berbicara. Sampai sekarang sudah setahun Fety bersama Mahacinta,” cerita Bu Ade saat bertemu di Jumat (7/11/2025).
Namun Fety membantu mengerjakan kerajinan yang polanya tidak rumit. Dan waktu bekerjanya juga menyesuaikan jadwal Fety atau ketika ada banyak pesanan.
“Karena tengah hari Fety menjemput adiknya pulang sekolah. Saya tidak banyak menuntut hasil dari Fety. Saat dia senang mengerjakannya, saya juga senang,” ujar Bu Ade tersenyum.
Dari situ Ade menilai baik Fety dan anak-anak difabel lain sebenarnya bisa terjun ke masyarakat, khususnya dalam dunia kegiatan produktif. Dengan kemahiran yang dimiliki, tentunya tetap butuh pendampingan, penyandang disabilitas ini bisa tumbuh secara mandiri dalam kehidupannya.
“Mereka ini bisa loh berkarya. Hasilnya juga bagus, tinggal diarahkan saja,” kata Ade yakin.
Saat ini, Bu Ade masih aktif memberikan pelatihan, sesekali dirinya juga diundang untuk mengisi kelas di beberapa SLB yang ada di Pekanbaru. Hanya saja memang tidak semua mereka yang difabel bisa diajak bekerja di Mahacinta Jelwery.
“Karena kalau membuat aksesoris ini tentu harus ada minat ya. Karena butuh ketelitian dan kesabaran. Jadi bagi mereka yang difabel dan mau mengerjakan pembuatan manik-manik atau bros hijab seperti Fety ini tidak mudah. Tapi saya tetap yakin selama didampingi dan dilatih, bahkan penyandang disabilitas ini masih punya kesempatan untuk mandiri,” katanya.
Mahacinta Jewelry yang memberdayakan disabilitas, selain untuk memberikan kesempatan juga membawa pesan kepada dunia, bahwa disabilitas bukanlah akhir. Justru dengan kesempatan yang diberikan, mereka juga bisa percaya diri dan menunjukkan kemampuan berkarya dan mandiri pada dunia luar.
Itu sesuai dengan penelitian berjudul Penyandang Disabilitas Berdaya Melalui Strategi Pemberdayaan Precious One di Meruya Utara Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat karya Hamidah dkk (2022) didapati strategi pemberdayaan masyarakat disabilitas ini mampu membangun kepercayaan diri, kemampuan kemandirian, kreativitas yang dimiliki oleh disabilitas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2024 tercatat lebih dari 17,8 juta warga Indonesia adalah penyandang disabilitas. Kemudian Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Riau mencatat setidaknya ada sekitar 1.200 lebih difabel yang ada di Kota Pekanbaru, Riau.
Itu disampaikan Ketua PPDI Riau, Surflayman, S.Sos, yang akrab disapa Imen. Ia menilai dunia usaha belum sepenuhnya memberi ruang kerja inklusif bagi penyandang disabilitas.
Maka itu ia mengapresiasi Mahacinta Jewelry yang telah memberikan kesempatan difabel untuk berkarya dan mendapatkan pekerjaan. Sehingga membangkitkan kepercayaan diri mereka.
“Data dari dinas sosial 80 persen penyandang disabilitas tidak bersekolah. 20 persen sisanya kalau pun menempuh pendidikan banyak juga yang di SLB (Sekolah Luar Biasa). Sementara di bursa kerja, perusahaan memilih difabel yang pendidikannya setara SMA sederajat. Kalau SLB perusahaan kurang berminat. Makanya penyerapan tenaga kerja difabel akhirnya di UMKM. Saya apresiasi Mahacinta mau membuka ruang bagi penyandang disabilitas untuk bekerja,” sebutnya, Kamis (20/11/2025).
Itu juga sesuai dengan Undang undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas serta Peraturan Pemerintah Nomor 70/2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Program seperti yang dijalankan Mahacinta Jewelry ini menjadi contoh antara sektor usaha dan masyarakat. Bisa menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berkelanjutan.
“Pemberdayaan difabel bukan soal belas kasihan, namun juga tentang kesetaraan. Kami ingin penyandang disabilitas bisa berdiri sejajar dan bangga dengan kemampuan mereka,” ujar Imen.

(Intan, seorang IRT yang membantu perekonomian keluarga lewat produk Mahacinta Jewelry/foto-riki)
Hobi Membawa Berkah
Semua pencapaian Mahacinta Jewelry ini semua berawal dari hobi Bu Ade sewaktu remaja. Ia memang senang merakit untaian manik-manik menjadi gelang hingga tas.
“Saat menikah, saya harus ikut suami yang tempat kerjanya berpindah-pindah. Lalu saya yang cuma ibu rumah tangga, mulai kepikiran mau punya usaha yang bisa dikerjakan di rumah. Maka tahun 2018, saya kembali belajar membuat kerajinan bros dengan kawat, autodidak saja,” cerita Bu Ade.
Siapa sangka, hobi yang ditekuninya itu malah menjadi bisnis aksesoris yang sukses bahkan menjadi oleh-oleh untuk tamu mancanegara. “Niat awal saya membuat untuk dipakai sendiri saja. Alhamdulillah ada rejekinya di usaha ini,” katanya.
Bu Ade menyebut kekuatan dari produknya yang bersifat eksklusif. Sebab pembuatannya melibatkan keterampilan, ketelitian, sentuhan pribadi, dan bahan-bahan alami yang menghasilkan variasi unik pada setiap produknya.
“Dari bongkahan batu alam itu ada berbagai motif, jadi kalau ada yang beli produk Mahacinta Jewelry maka cuma pemiliknya yang punya itu. Jadi benar benar-benar limited edition,” ujarnya sambil memperlihatkan sejumlah kalung dan bros batu.
Dengan tingginya minat terhadap produknya, otomatis membuat Mahacinta membuka lapangan pekerjaan. Seperti pengakuan Intan (34), seorang ibu rumah tangga (IRT). Ia merasakan dampak nyatanya, apalagi dalam membesarkan empat anaknya.
"Saya mendapat banyak ilmu di sini. Dan untuk ekonomi, saya benar-benar terbantu. Mahacinta dan Bu Ade menyelamatkan hidup saya," ungkapnya tulus.
Aksesoris seperti gelang dan bros hijab kecil itu sudah Intan bersama Fety yang mengerjakan semuanya. “Tapi kalau yang batu alam besar itu masih dibuat Bu Ade langsung,” katanya.
Saat ini kapasitas produksi untuk bros dagu bisa 4.000 pcs per bulan, sedangkan bros hijab dan lain-lain 50 pcs per bulan. Harga produk termurah Rp 10 ribu dan kalau termahal terutama produk yang menggunakan batu alam bisa Rp2,5 juta. Rata-rata omzet Rp35 juta sampai Rp40 juta per bulan, namun di momen tertentu seperti Hari Raya Idulfitri bisa Rp50 juta sampai Rp60 juta perbulan.
Bersama Bu Ade, Intan sering ikut pameran dan event-event lainnya. Untuk pembayaran juga bisa dengan digital, termasuk melakukan pembayaran melalui QRIS BRI yang membatu transaksi menjadi lebih efektif dan efisien.
Selain menjual produk di galeri yang beralamat Gang Budi Sentosa No 107, Pekanbaru, produk juga dipasarkan secara digital seperti media sosial (Medsos) seperti Instagram dan lainnya.
Produknya selain dijual di Riau, juga sampai ke Pulau Jawa dan Kalimantan. Produknya juga sudah dijadikan oleh-oleh dari Indonesia ke negara seperti Hong Kong, Malaysia, dan Singapura.
Selain itu melalui Rumah BUMN Pekanbaru , Mahacinta Jewelry juga mendapatkan kesempatan mengikuti Trade Expo Indonesia (TEI) pada 15-19 Oktober 2025 di ICE BSD, Tangerang. TEI merupakan pameran dagang internasional terbesar di Indonesia yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

(Bu Ade, owner Mahacinta Jewelry Pekanbaru (tengah) saat mengikuti TEI di ICE BSD/foto-istimewa)
Kolaborasi Berikan Semangat Baru
Mahacinta Jewelry sudah mendapatkan ragam penghargaan. Terbaru Bu Ade mendapat penghargaan Dinas Koperasi dan UKM Kota Pekanbaru pada Oktober 2025.
Namun salah satu yang paling berkesan, saat Mahacinta Jewelry meraih juara kedua dalam Harvesting Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI) pada pertengahan 2023 lalu.
Bu Ade langsung ditawari suntikan semangat baru untuk mengembangkan dan usahanya dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. BRI melalui unit Sail menawarkan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp15 juta.
“Kami senang mendapat support dari BRI dan proses pencairannya juga mudah. Dana itu saya jadikan modal untuk membeli bahan baku dan juga gift hard box,” kenang Bu Ade.
Untuk saat ini Bu Ade masih punya mimpi untuk terus berkembang. Dengan dukungan yang ada baik dari mitra perusahaan dan perbankan, Mahacinta Jewelry berencana membuka kelas khusus mengajarkan seni membatik kepada masyarakat, khususnya milenial dan Gen Z.
“Saya berencana membuka kelas untuk berbagi ilmu untuk semua kalangan, mau itu ibu rumah tangga, penyandang disabilitas, atau anak-anak muda. Harapannya mereka bisa mengembangkan bisnis yang menjanjikan dan bisa divariasikan sesuai dengan kreatifnya,” ujarnya.
Menghadirkan layanan perbankan yang inklusif, sekaligus memperkuat ekonomi kerakyatan khususnya di wilayah Riau merupakan komitmen BRI sejak lama. RCEO BRI Region 2 Pekanbaru, Dian Kesuma Wardhana, menegaskan dalam setiap aktivitas bisnis, BRI selalu mendorong perekonomian daerah untuk tumbuh. Seperti dukungan kepada UMKM, penyaluran KUR, pemberdayaan masyarakat desa, serta perluasan akses layanan keuangan hingga ke pelosok Riau melalui AgenBRILink.
Saat ini KUR sudah disalurkan kepada puluhan ribu pelaku UMKM di Riau dan sekitarnya, yang bergerak di berbagai sektor perdagangan, pertanian, dan perikanan. Penyaluran KUR dan kredit mikro didorong untuk membantu masyarakat kecil naik kelas.
BRI juga mendukung Rumah BUMN di seluruh Indonesia, termasuk di Riau, yang menjadi pusat pelatihan dan inkubasi UMKM. Meski begitu Dian menyadari masih ada tantangan ke depan semakin kompleks, mulai dari digitalisasi, tuntutan ekonomi hijau, hingga inovasi berkelanjutan.
“Kami di BRI Region 2 Pekanbaru akan terus adaptif dan inovatif. Setiap kredit yang disalurkan, layanan, dan setiap inovasi yang diciptakan adalah bentuk kontribusi kami untuk masyarakat Riau dan Indonesia,” katanya dalam keterangan yang diterima halloriau.
BRI optimistis dapat terus menjadi pilar ekonomi kerakyatan, mendukung UMKM, dan menjaga persatuan bangsa melalui layanan perbankan yang inklusif dan berkelanjutan. (*)