PEKANBARU – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Peduli Tani Nelayan (DPD-GPTN) Provinsi Riau periode 2025–2030 resmi dilantik dan langsung bersiap menjalankan berbagai program strategis untuk memperkuat sektor pangan daerah.
Pelantikan tersebut menjadi momentum bagi organisasi untuk memperluas kerja sama lintas sektor serta mendorong pembangunan pertanian yang lebih terarah dan partisipatif.
Ketua Umum GPTN Pusat, Harmanto SP, menjelaskan bahwa kehadiran GPTN bertujuan memperkuat posisi petani sekaligus mempercepat implementasi program nasional di bidang pertanian. Organisasi ini merupakan hasil transformasi dari Gerakan Petani Prabowo–Gibran yang diinisiasi Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada Desember 2023. Setelah proses penyesuaian administrasi, nama Gerakan Peduli Tani Nelayan (GPTN) resmi digunakan sejak 17 Mei 2020.
Harmanto menegaskan bahwa program besar GPTN untuk ke depan adalah pengembangan konsep food estate partisipatif, terutama di wilayah yang memiliki potensi lahan luas namun belum tercatat dalam data pemerintah pusat. “Di situlah GPTN hadir. Kami ingin memastikan lahan-lahan yang belum tergarap bisa terdata dengan baik, dikelola, dan dikoordinasikan secara tepat,” ujarnya saat pelantikan di Purwo Farm, Rumbai, Kamis (11/12/2025).
Ia menilai konsep ini dapat berjalan efektif dengan dukungan teknologi pertanian modern. Sebagai contoh, program Brigade Pangan Kementerian Pertanian yang melibatkan generasi muda dalam mengelola ratusan hektare lahan dianggap sangat potensial untuk diterapkan di berbagai daerah dengan pendekatan yang lebih partisipatif.
Harmanto juga menyoroti persoalan mendasar petani Indonesia, yaitu lemahnya manajemen usaha tani. Menurutnya, banyak petani masih harus mengurus seluruh proses dari penanaman hingga pemasaran secara mandiri. “Polanya harus diubah. Petani perlu didukung manajemen profesional, akses pembiayaan, pemasaran, sampai teknologi,” ujarnya.
Saat ini GPTN juga dilibatkan pemerintah sebagai verifikator petani penerima bantuan modal tanpa bunga, sebuah kebijakan baru yang sedang disiapkan pemerintah pusat untuk memperkuat permodalan petani.
Selain itu, Harmanto menyebut komoditas kelapa sebagai potensi besar bagi Riau. Tingginya permintaan global, terutama dari Tiongkok yang mulai beralih menggunakan santan sebagai pengganti susu, membuka peluang ekspor yang menjanjikan. “Menanam lima pohon kelapa saja sudah bisa menghasilkan uang. Harga kelapa juga naik dari Rp4.000 menjadi Rp6.000–Rp8.000 karena permintaan ekspor,” katanya. Riau bahkan pernah tercatat sebagai salah satu provinsi dengan populasi kelapa terbesar di Indonesia.
Ketua GPTN Riau, Erfan Effendi, menambahkan bahwa seluruh sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan akan diperkuat dalam satu gerakan terpadu agar pembangunan pangan daerah dapat berjalan lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan.
"Kita yakin Riau masih banyak punya potensi yang bisa kita optimalkan. Kami akan siapkan program-program unggulan untuk lima tahun ke depan. Tentunya dengan tetap berkolaborasi lintas sektor," ujarnya.