JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa dana nonbudgeter dalam kasus dugaan korupsi iklan Bank BJB diduga mengalir ke berbagai pihak. Temuan ini diungkapkan setelah penyidik menelusuri aliran dana dari proyek iklan yang diduga fiktif atau mark-up.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan dari mantan Direktur Utama Bank BJB, dana nonbudgeter itu tidak hanya berhenti di satu titik. “Dana nonbudgeternya sendiri, berdasarkan keterangan dari Dirut Bank BJB, mengalir ke mana-mana,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).
KPK menggunakan metode follow the money dan follow the asset untuk menelusuri aliran dana dan mengidentifikasi pihak-pihak yang diduga menerima keuntungan dari praktik korupsi ini.
“Ini menyebar. Dana yang dihimpun dari selisih biaya iklan, yang seharusnya misalnya Rp10 juta tapi hanya dibayarkan Rp5 juta, sisanya digunakan untuk kebutuhan nonbudgeter,” kata Asep.
Dalam proses penyidikan terbaru, KPK juga memeriksa seorang saksi bernama Lisa Mariana (LM), yang diduga mengetahui detail aliran dana tersebut.
Lima Tersangka dan Kerugian Negara
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini:
Yuddy Renaldi, mantan Direktur Utama Bank BJB,
Widi Hartono (WH), mantan Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB,
Ikin Asikin Dulmanan (IAD),
Suhendrik (S), dan
Sophan Jaya Kusuma (RSJK), dari pihak swasta.
Kelima tersangka diduga terlibat dalam praktik rekayasa anggaran iklan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp222 miliar. Dana tersebut diyakini digunakan untuk pembiayaan kegiatan nonbudgeter yang tidak tercatat secara resmi dalam laporan keuangan.
KPK menegaskan bahwa kasus ini terjadi pada masa kepemimpinan Ridwan Kamil (RK) sebagai Gubernur Jawa Barat, meski belum ada indikasi keterlibatan langsung dari RK dalam perkara tersebut.