JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap adanya dugaan praktik penggelapan dana pajak dan retribusi di sejumlah daerah. Dana yang seharusnya masuk ke kas daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), diduga tidak seluruhnya disetorkan.
Tito mengatakan, pemerintah daerah (pemda) harus kreatif dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa membebani masyarakat dengan kenaikan pajak. Ia mencontohkan polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sempat menuai penolakan warga.
Menurutnya, salah satu langkah efektif mencegah kebocoran penerimaan daerah adalah dengan mendorong digitalisasi sistem pembayaran dan pelaporan pajak. Dengan sistem digital, pengawasan dapat dilakukan secara transparan dan akurat.
“Hotel, restoran, dan usaha lainnya sebenarnya sudah menjadi kolektor pajak atau retribusi. Masalahnya, apakah setoran mereka sampai ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)? Saya yakin tidak semuanya. Mungkin hanya sebagian kecil,” ujar Tito dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia X Indonesia Fintech Summit (FEKDI X IFSE) 2025, di Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Sebagai contoh, Tito menyoroti inovasi Pemerintah Kota Banyuwangi yang telah menerapkan digitalisasi sistem penerimaan daerah. Sistem itu menghubungkan data pajak dan retribusi dari pelaku usaha secara langsung ke basis data Dispenda.
Mendagri juga meminta Bank Indonesia (BI) berperan aktif membantu daerah dalam mempercepat digitalisasi penerimaan keuangan. Ia berharap BI dapat mengembangkan sistem pembayaran baru yang efisien seperti Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Lebih lanjut, Tito menyebut masih banyak daerah yang melakukan pencatatan pendapatan secara manual, sehingga rawan diselewengkan.
“Banyak pemda rugi karena kolektor pajak tidak menyetorkan secara utuh ke Dispenda. Mereka menggunakan dua buku, satu untuk catatan asli dan satu lagi untuk diserahkan ke dinas,” ungkapnya.