BUKITTINGGI - Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) merupakan daerah destinasi wisata favorit saat musim libur panjang, baik itu lebaran, maupun libur sekolah. Beberapa daerah yang jadi tujuan diantaranya Kota Bukittinggi yang identik dengan ikon Jam Gadang-nya.
Dibalik bayaknya lokasi wisata favorit, Kota Bukittinggi menyimpan sisi 'kelam' yang membuat para wisatawan lokal harus berfikir dua kali untuk kembali lagi ke daerah yang berjuluk Kota Wisata itu.
Berikut hasil penelusuran halloriau.com, beberapa hal yang membuat wisatawan lokal jera dan ogah balik lagi berkunjung ke Kota Bukittinggi:
1. Minim Lokasi Parkir
Parkir menjadi permasalahan umum di Kota Bukittinggi, bahkan di hari-hari tertentu saat musim liburan di lokasi sekitar Jam Gadang, wisatawan yang mengendarai kendaraan sendiri khususnya roda empat, harus berkeliling dan parkir di tempat yang jauh.
2. Tarif Parkir Tak Masuk Akal
Tarif parkir menjadi momok tersendiri bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Kota Bukittinggi dengan mengendarai kendaraan sendiri. Selain lokasi parkir yang jauh dari lokasi wisata, tarif parkir yang dimintai juru parkir (Jukir) tak masuk akal, berkisar Rp5-Rp50 ribu tergantung pada jenis kendaraan.
Menariknya, untuk kendaraan berplat nomor luar Sumbar, tarif parkir yang dimintai bisa jauh lebih tinggi. Hal ini yang banyak dikeluhkan wisatawan saat berkunjung ke Kota Bukittinggi.
"Karena kita pakai plat BM (Riau) parkir di dekat Jenjang Gudang Bukittinggi dimintai Rp10-Rp15 ribu," ucap Sahril, warga asli Biaro yang merantau ke Pekanbaru.
3. Harga Dagangan di Luar Nalar
Poin lainnya yang membuat wisatawan lokal mulai jenuh ke Kota Bukittinggi adalah harga jajanan maupun souvenir yang dijual pedagang di sekitar Jam Gadang terlalu tinggi.
Uniknya, gaya berbicara maupun bahasa yang dipakai bisa mempengaruhi harga barang yang akan dibeli.
Di Pasar Lereng misalnya, tempat biasa banyak menjajakan souvenir seperti pakian, sepatu dan oleh-oleh lainnya, jika bertanya dengan bahasa Indonesia, harga yang diberikan pedagang bisa lebih mahal dibanding berbicara dengan bahasa lokal, Minang.
"Ya, kemarin kami berencana beli baju dan tas sekolah anak. Bertanya pakai bahasa Indonesia, dikasih harga tinggi. Setelah pakai bahasa minang, harganya bisa jauh lebih murah dari sebelumnya," beber Yanti saat berbelanja di sekitar Pasar Lereng.
4. BBM Sulit
Hal lainnya yang membuat wisatawan lokal berfikir dua kali untuk berkunjung ke Sumbar, khususnya Kota Bukittinggi adalah sulitnya mengisi BBM jenis Pertalite. Anehnya, jika sudah di atas jam 21.00 WIB hampir seluruh SPBU di Bukittinggi kehabisan Pertalite.
Namun esok paginya, BBM jenis Pertalite sudah tersedia. Hal ini cukup menyulitkan wistawan dan pengendara yang kehabisan BBM saat berkunjung ke Bukittinggi, dan terpaksa harus mengisi BBM jenis Pertamax yang harganya jauh lebih mahal.
Terlepas dari banyak hal yang mesti dipertimbangkan, Kota Bukittinggi masih tetap menjadi favorit wisatawan lokal untuk menghabiskan waktu liburan bersama keluarga, khususnya wisatawan dari Jambi, Medan, Riau hingga Jawa.
Editor: Barkah