JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi proyek fiktif di Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (Persero) atau PT PP yang terjadi sepanjang tahun 2022 hingga 2023. Dalam perkembangan terbaru, KPK menyita uang senilai US$ 3,5 juta terkait perkara tersebut.
“Penyidik KPK telah melakukan penyitaan sebesar US$ 3,5 juta dalam perkara ini. Kerugian negara tidak hanya soal angka, tetapi juga bagaimana kita bisa memulihkan keuangan negara akibat tindak pidana korupsi,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (23/7/2025).
Lima Saksi Diperiksa, Diduga Terkait Proyek Fiktif
Pada hari yang sama, KPK juga memeriksa lima saksi yang diduga mengetahui atau terlibat dalam pengadaan proyek fiktif di PT PP. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Kelima saksi tersebut adalah:
- Nini alias Yenyen – Pemilik PT Suprajaya Duaribu Satu
- Dimar Deddy Ambara – Site Administration Manager proyek Vale, Bahodopi Block 2 & 3
- Apriyandi – Staf Karyalaksana, Divisi EPC PT PP
- Eddy Herman Harun – Direktur Operasional EPC PT PP
- M. Ali – Project Manager pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang Tahap 1
Menurut KPK, para saksi dimintai keterangan terkait dugaan proyek-proyek fiktif yang dijadikan dalih untuk mencairkan dana dalam jumlah besar.
“Penyidik menduga ada sejumlah proyek fiktif yang diklaim PT PP guna mencairkan uang. Saat ini, KPK mendalami berbagai proyek yang diduga terkait langsung dengan perkara tersebut,” ungkap Budi.
Kerugian Negara Capai Rp 80 Miliar, Tersangka Sudah Ditetapkan
KPK mengungkapkan bahwa dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai sekitar Rp 80 miliar. Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, pada Jumat (20/12/2024), berdasarkan hasil perhitungan awal penyidik.
Penyidikan kasus ini resmi dimulai sejak 9 Desember 2024. KPK telah menetapkan dua tersangka, meski identitas keduanya belum diungkap ke publik. Sebagai langkah pengamanan proses penyidikan, KPK menerbitkan surat larangan bepergian ke luar negeri terhadap dua warga negara Indonesia berinisial DM dan HNN melalui SK Nomor 1637 Tahun 2024 tertanggal 11 Desember 2024, berlaku selama enam bulan.
“Larangan bepergian ke luar negeri dilakukan karena keberadaan para pihak tersebut dibutuhkan dalam proses penyidikan,” jelas Tessa.
Penyitaan Tambahan Senilai Rp 62 Miliar Awal Tahun 2025
Selain uang dalam bentuk dolar AS, KPK sebelumnya juga menyita uang senilai Rp 62 miliar pada awal Januari 2025. Penyitaan tersebut terdiri atas:
- Deposito senilai Rp 22 miliar
- Uang tunai Rp 40 miliar yang disimpan dalam brankas
Seluruh aset yang disita diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi dalam proyek-proyek fiktif di lingkungan PT PP, seperti yang dilansir dari beritasatu.(*)