PEKANBARU — Seekor anak gajah Sumatera berusia dua tahun yang dipanggil Tari, ditemukan mati mendadak di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau, Rabu (10/9/2025).
Tari bukan sekadar gajah. Ia lahir dari induk gajah jinak bernama Lisa pada 31 Agustus 2023 di Camp Elephants Flying Squad, sebuah pos konservasi di TNTN. Sejak kelahirannya, Tari menjadi simbol harapan baru untuk masa depan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis), yang kini semakin terancam oleh kehilangan habitat dan konflik dengan manusia.
Namun harapan itu kini pupus. Kematian Tari yang mendadak memicu pertanyaan besar—dan kini sedang dalam penyelidikan serius oleh Polda Riau.
“Kami telah menurunkan tim khusus untuk menyelidiki penyebab kematian anak gajah tersebut. Saat ini tim masih berada di lokasi dan bekerja sama dengan pihak Balai TNTN,” ujar AKBP Nasrudin, Kepala Subdit IV Ditreskrimsus Polda Riau.
Saat ditanya apakah kematian Tari disebabkan oleh racun, Nasrudin belum dapat memastikan. Ia menegaskan bahwa semua kemungkinan masih terbuka dan saat ini sedang dalam proses pendalaman.
“Terkait penyebab kematian, apakah karena diracun atau sebab lain, masih dalam penyelidikan. Kami akan sampaikan hasilnya setelah ada perkembangan lebih lanjut,” katanya.
Yang membuat situasi ini semakin mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa Tari bukan satu-satunya gajah yang mati di kawasan TNTN. Data dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mencatat, 23 ekor gajah Sumatera telah mati di wilayah ini dalam kurun 11 tahun terakhir—sebuah angka yang menyiratkan darurat konservasi.
Kematian Tari menambah panjang daftar gajah yang kehilangan nyawa di habitat yang seharusnya menjadi kawasan lindung.
Tari bukan gajah liar. Ia lahir di bawah pengawasan manusia, tumbuh dalam lingkungan konservasi, dan menjadi ikon program penyelamatan gajah di Sumatera. Banyak aktivis, pelajar, dan pemerhati lingkungan mengikuti perkembangan hidup Tari sejak ia lahir.
Kini, kematian mendadaknya justru menjadi alarm keras bagi semua pihak, bahwa bahkan di zona konservasi sekalipun, keselamatan satwa langka tidak dapat dijamin sepenuhnya.