MERANTI – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali melanda wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Kali ini, kobaran api membakar habis sekitar 200 hektar lahan di Desa Tanjung Peranap, Kecamatan Tebingtinggi Barat, dengan vegetasi yang didominasi semak belukar, pakis, dan tanaman sagu di atas tanah gambut yang rawan terbakar.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Kepulauan Meranti, Khardafi, mengonfirmasi bahwa proses pemadaman memakan waktu cukup panjang, yakni selama 19 hari, akibat berbagai tantangan yang dihadapi di lapangan.
“Karhutla di Tanjung Peranap cukup membuat petugas kewalahan. Tanah gambut yang mudah terbakar dan sulit dipadamkan, minimnya sumber air, kondisi cuaca yang panas, serta medan yang berat menjadi kendala utama,” ungkap Khardafi, Rabu (13/8).
Untuk menaklukkan si jago merah, hampir 100 personel gabungan dikerahkan setiap hari. Mereka terdiri dari unsur TNI, Polri, BPBD, Masyarakat Peduli Api (MPA), pemerintah kecamatan dan desa, Manggala Agni, serta sejumlah perusahaan swasta yang ikut terlibat dalam upaya pemadaman.
Dalam operasi tersebut, BPBD Kepulauan Meranti turut meminta bantuan ke BPBD Provinsi Riau, yang mengerahkan helikopter water bombing guna memadamkan api dari udara. Di darat, alat berat juga dikerahkan untuk membangun infrastruktur penunjang seperti 51 embung dan sekat bakar guna mencegah perluasan api.
Khardafi menekankan bahwa kejadian ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar, sebuah praktik yang masih kerap ditemukan di daerah-daerah rawan karhutla.
"Dampaknya sangat merugikan, tidak hanya bagi individu pelaku, tetapi juga bagi masyarakat luas. Mulai dari kerugian materiil, waktu, tenaga hingga risiko kesehatan akibat asap,” tegasnya.
Sebagai langkah antisipasi ke depan, BPBD Kepulauan Meranti juga akan mendapatkan bantuan peralatan tambahan dari BPBD Provinsi Riau untuk memperkuat respons cepat terhadap potensi karhutla.
“Kami berharap dukungan dari seluruh pihak terus mengalir agar kejadian serupa tidak terulang di Kepulauan Meranti,” pungkas Khardafi dikutip dari tribunpekanbaru. (*)