JAKARTA - Dua SUV ladder frame populer di Indonesia, Toyota Fortuner dan Mitsubishi Pajero Sport, kerap terlihat melaju dengan kecepatan tinggi di jalan tol.
Padahal, menurut praktisi keselamatan berkendara, kebiasaan tersebut justru berisiko besar dan bisa berakibat fatal.
Praktisi keselamatan berkendara yang juga anggota Road Safety Commission Ikatan Motor Indonesia (IMI), Erreza Hardian menegaskan, SUV seperti Fortuner dan Pajero sebenarnya dirancang untuk kenyamanan, bukan balapan.
“Kalau suspension empuk maka limbung, suspension stabil cenderung lebih keras. Tapi banyak produk aftermarket bisa menyempurnakan ini,” ujar Erreza.
Ia menjelaskan, dimensi SUV dengan ground clearance tinggi membuat titik berat kendaraan ikut tinggi. Kondisi ini meningkatkan risiko kehilangan keseimbangan, terutama saat melaju kencang.
“Maka risiko terguling ada. Ini seperti membawa barang tapi diletakkan di atas kepala. Makanya ada peringatan di setiap SUV yang bisa dibaca di sun visor,” kata Erreza, yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Diklat Perkumpulan Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo).
Lebih lanjut, Ia menuturkan, SUV ladder frame 2WD dengan penggerak roda belakang (RWD) disebut lebih rawan oversteer.
Kombinasi ini, ditambah suspensi empuk dan dimensi jangkung, bisa memicu kecelakaan saat dipacu di jalan tol.
“Dengan bobot, torsi, dan konstruksi SUV, idealnya memang pakai 4WD agar ada penggerak pendorong. Sayangnya di Indonesia, 4WD masih dianggap barang mewah karena pajak tinggi. Padahal ini menyangkut keselamatan,” tegasnya.
Senada dengan Erreza, Sony Susmana, praktisi keselamatan berkendara sekaligus Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), menekankan bahwa SUV ladder frame bukan untuk kebut-kebutan di jalan tol.
“Kendaraan big SUV rata-rata sasisnya ladder frame, antara bodi dan sasis tidak menyatu. Artinya, bodi diletakkan di atas sasis lalu disambungkan. Secara bentuk lebih jangkung, sehingga gejala limbung atau bouncing lebih besar,” jelas Sony.
Menurutnya, kestabilan Fortuner dan Pajero saat dipacu tinggi jelas tak sebaik mobil dengan sasis monokok. Bahkan, bodi bongsor membuat mobil lebih mudah menangkap angin, sehingga berisiko selip atau terbalik ketika dikebut.
“Kalau bicara ngebut sih bisa, toh power dari mesinnya besar. Dan ada balapan SUV di sirkuit. Tapi itu sudah dimodifikasi. Kendaraan standar tetap didesain untuk kenyamanan jalan raya,” ungkap Sony.
Sony menegaskan, jika ingin menguji kecepatan, sebaiknya dilakukan di sirkuit tertutup dengan modifikasi khusus pada komponen agar lebih stabil.
“Jangan sekali-kali coba kebut di jalan tol. Risiko kehilangan kendali terlalu besar,” pungkasnya.