PELALAWAN - Upaya mitigasi konflik satwa liar yang dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau membuahkan hasil. Seekor harimau sumatera remaja akhirnya berhasil ditangkap dalam sebuah perangkap kandang (box trap) yang dipasang di area konsesi akasia di Kabupaten Pelalawan, Senin (11/8/2025).
Penangkapan ini merupakan tindak lanjut dari insiden tragis yang menewaskan seorang pekerja perusahaan akibat serangan harimau beberapa waktu lalu.
“Setelah mendapatkan laporan serangan terhadap pekerja, tim lapangan segera memasang camera trap. Salah satu kamera berhasil merekam pergerakan harimau remaja di area tersebut. Berdasarkan hasil itu, kami memasang box trap dengan umpan kambing,” ujar Kepala BBKSDA Riau, Supartono, Selasa (12/8).
Sekitar pukul 16.00 WIB, harimau tersebut masuk ke dalam perangkap yang telah dipasang oleh tim patroli BBKSDA. Satwa liar dilindungi itu langsung menjalani pemeriksaan awal di lokasi oleh tim medis satwa.
Dugaan kuat mengarah bahwa harimau remaja yang tertangkap tersebut memiliki keterkaitan dengan serangan terhadap seorang pekerja, yang mengalami luka serius di kepala dan lengan, sebelum akhirnya meninggal dunia.
Untuk menelusuri dugaan tersebut, tim medis mengambil sampel darah, feses, dan air liur harimau guna dilakukan pengujian DNA di laboratorium Medikal Satwa di Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar).
“Pengujian ini akan menentukan apakah terdapat jejak DNA manusia pada tubuh harimau, yang bisa menjadi bukti keterlibatannya dalam insiden penyerangan,” jelas Supartono.
Sambil menunggu hasil laboratorium, harimau tersebut kini dititipkan sementara di Pusat Penyelamatan Satwa di Sumatera Barat, di bawah pengawasan ketat tim medis dan mahout.
BBKSDA Riau mengaku sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk pusat rehabilitasi harimau sumatera, untuk menyiapkan langkah lanjutan pasca hasil uji laboratorium keluar.
“Jika hasil menunjukkan harimau ini tidak terlibat dalam serangan, kami akan menyiapkan proses pelepasliaran ke habitat yang lebih aman dan sesuai. Namun jika terbukti, tentu akan ada proses rehabilitasi khusus,” ungkap Supartono dikutip dari MC.Riau. (*)