PEKANBARU - Balai Adat Melayu Riau menjadi tempat bersejarah pertemuan penting antara tokoh adat dan tokoh hukum nasional. Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menyambut hangat kehadiran Prof Dr Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang dikenal luas sebagai pemikir hukum tata negara.
Pertemuan ini jauh dari sekadar silaturahmi biasa. Di balik suasana hangat dan penuh hormat, tersimpan harapan besar untuk mengangkat marwah Melayu melalui perjuangan menjadikan Riau sebagai Daerah Istimewa berbasis adat dan budaya.
Jajaran lengkap LAMR hadir dalam kesempatan ini. Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) Datuk Seri H. Marjohan Yusuf, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, serta Ketua DPH LAMR Kota Pekanbaru Datuk Seri Muspidauan, turut memberi warna dalam dialog penuh makna tersebut.
Dalam sambutannya, Datuk Seri Taufik mengenang kiprah Prof Jimly di tanah Melayu Riau, khususnya 15 tahun lalu saat ia ikut merintis pendirian Sekretariat Bersama Lembaga Adat Rumpun Melayu se-Sumatera. Baginya, kehadiran Prof Jimly bukan hanya relevan secara keilmuan dan politik, tapi juga spiritual bagi masyarakat adat.
“Pertemuan ini sangat simbolis. Saat LAMR dipercaya sebagai motor penggerak Daerah Istimewa Riau, kami merasa ini waktunya menggandeng tokoh dengan kapasitas seperti beliau,” kata Taufik dikutip dari MCR.
Prof Jimly membalas sambutan tersebut dengan rendah hati. “Bagaimana saya bisa memberi petuah, sementara saya berada di hadapan para petuah adat Riau,” ujarnya yang disambut tawa dan senyum hangat hadirin.
Tak hanya membahas gagasan besar tentang hukum dan negara, Prof Jimly juga menyinggung persoalan nyata yang dihadapi masyarakat, seperti kasus hukum yang menimpa para dokter. Ia menyatakan siap membantu sebagai mediator, mencerminkan kepeduliannya pada isu lokal.
Namun fokus utamanya tetap pada peran penting adat dan budaya dalam pembangunan nasional. Ia menegaskan, negara wajib menghormati adat selagi tidak bertentangan dengan konstitusi. Ia juga menyoroti pentingnya menghidupkan kembali pembahasan RUU Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, yang sempat tertunda di masa lalu.
“Jika RUU ini disahkan, Riau bisa membuat aturan daerah yang lebih sesuai dengan identitas lokalnya. Riau layak mendapat kekhususan seperti Yogyakarta, DKI Jakarta, atau Aceh—tapi di bidang kebudayaan dan adat,” tegasnya.
Pernyataan ini disambut antusias oleh Datuk Seri Marjohan Yusuf yang menyebut bahwa pencerahan dari Prof Jimly menjadi penyemangat baru dalam perjuangan Riau menuju keistimewaan.
“Pencerahan beliau membuka wawasan kami. Semangat untuk mewujudkan Daerah Istimewa Riau menjadi lebih bergelora,” ujarnya.
Lebih dari sekadar pertemuan, momen ini menjadi pertautan antara hukum dan budaya, antara tradisi dan visi masa depan. Sebuah langkah nyata agar adat Melayu tak hanya lestari, tapi juga menjadi fondasi dalam perjalanan Riau menuju daerah istimewa.