PEKANBARU - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menyoroti pemborosan anggaran di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau dan pemerintah kabupaten/kota.
FITRA meminta agar daerah segera melakukan efisiensi, terutama setelah pemerintah pusat memangkas Transfer ke Daerah (TKD) tahun anggaran 2026 dengan nilai total mencapai Rp6,3 triliun.
Pemangkasan ini mencakup Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Insentif Daerah (DID).
Koordinator FITRA Riau, Tarmidzi, mengatakan pemerintah daerah perlu menyesuaikan arah belanja dengan kondisi fiskal yang ketat. Salah satu langkah yang mendesak adalah menghentikan pendanaan proyek pembangunan kantor instansi vertikal pemerintah pusat menggunakan dana APBD.
“FITRA mencatat dalam empat tahun terakhir, alokasi APBD untuk pembangunan kantor instansi pusat di daerah cukup besar. Seperti pembangunan Kantor Kejati, Polda, Korem, Rumah Sakit Bhayangkara, dan instansi vertikal lainnya di kabupaten/kota,” ujar Tarmidzi, Kamis (9/10/2025).
Ia menegaskan, pada tahun 2025 seharusnya tidak ada lagi proyek pembangunan fasilitas bagi instansi pusat yang dibiayai daerah, apalagi dalam situasi keuangan yang sedang terbatas.
FITRA Riau juga mengidentifikasi sepuluh pos anggaran di Pemprov Riau yang tergolong boros dan bisa diefisienkan.
Pos-pos tersebut mencakup:
perjalanan dinas dalam dan luar negeri,
pengadaan alat tulis kantor,
makan dan minum rapat,
serta hibah barang untuk instansi pusat.
FITRA mencatat, total pengeluaran untuk sepuluh pos itu mencapai Rp702,51 miliar dalam APBD Murni 2025.
“Angka ini sangat tinggi, apalagi saat daerah harus menyesuaikan diri dengan kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat. Sudah saatnya anggaran difokuskan pada kebutuhan masyarakat,” tegas Tarmidzi.
Ia berharap, dalam APBD Perubahan 2025, pemerintah daerah melakukan rasionalisasi belanja dan menempatkan prioritas pada program pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan rakyat.