PEKANBARU – Aktivis mahasiswa Universitas Riau (Unri), Khariq Anhar, resmi ditahan penyidik Polda Metro Jaya usai menjalani pemeriksaan pada Jumat (29/8/2025). Penahanan itu dilakukan setelah ia diperiksa terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Rekan Khariq, Sekar, menyampaikan bahwa proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) telah rampung sebelum penahanan dilakukan.
"Khariq sudah selesai BAP, langsung ditahan per hari ini. Informasi dari tim hukum, teman-teman bisa menjenguk ke tahti PMJ, meski ada aturan besuk," ujarnya, Sabtu (30/8/2025).
Penangkapan terhadap Khariq terjadi pada Jumat sekitar pukul 08.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta, saat ia hendak pulang ke Pekanbaru usai mengikuti aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI sehari sebelumnya. Ia ditangkap oleh lima anggota kepolisian tanpa ditunjukkan surat perintah resmi.
Menurut penyidik, Khariq telah ditetapkan sebagai tersangka terkait unggahan akun "Aliansi Mahasiswa Penggugat" pada 27 Agustus 2025. Ia dijerat Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 35 UU ITE karena dianggap mengubah konten jurnalistik dari media Redaksikota.com yang memuat pernyataan Ketua KSPI Said Iqbal.
Dalam unggahan itu, kalimat "jangan gabung aksi" diubah menjadi "segera gabung aksi", sementara frasa "ini murni isu buruh" diganti dengan "ini murni gerakan rakyat Indonesia". Postingan tersebut kini telah dihapus, termasuk akun media sosial yang memuatnya.
Direktur LBH Pekanbaru, Andri Alatas, menilai proses hukum yang menjerat Khariq penuh kejanggalan. Menurutnya, sejak awal penangkapan hingga penetapan tersangka, aparat terlihat sudah menargetkan Khariq.
"Ia dijemput lalu langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa diambil keterangan terlebih dahulu. Proses ini tidak mencerminkan asas keadilan," tegas Andri.
LBH Pekanbaru mendesak Komnas HAM turun tangan mengawal kasus ini. Andri menambahkan, kondisi masyarakat yang penuh keresahan seharusnya disikapi dengan dialog, bukan pembungkaman.
"Masyarakat sudah jenuh dengan ketidakjelasan pemerintah. Menggunakan UU ITE untuk membungkam ekspresi justru melanggar prinsip demokrasi," ucapnya.
Informasi yang dihimpun, selama pemeriksaan di Subdit IV Siber Polda Metro Jaya, Khariq bahkan dikabarkan mengalami kekerasan fisik dan bentakan aparat.
Sementara itu, perwakilan LBH Pers, Mustafa Layong, menilai pasal yang disangkakan kepada Khariq tidak memenuhi unsur tindak pidana.
"Pasal 32 dan Pasal 35 UU ITE yang dituduhkan hanya dalih untuk meredam kritik publik. Yang sebenarnya terjadi adalah upaya penggembosan aksi massa dan pembungkaman kebebasan berekspresi," tegasnya.