PEKANBARU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menerima opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyerahan laporan ini disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Riau pada Senin (2/6/2025).
Dalam laporan BPK tersebut, salah satu temuan signifikan adalah adanya tunda bayar sebesar Rp1,76 triliun yang dialami Pemprov Riau.
Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid mengaku pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin menyusun laporan keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban keuangan yang dikelola Riau.
Menurutnya, catatan dan temuan BPK harus segera ditindaklanjuti agar pengelolaan keuangan Riau lebih baik ke depannya.
"Kita berterima kasih kepada BPK telah melakukan pemeriksaan keuangan. Kami akan bekerja menindaklanjuti catatan yang disampaikan BPK," ujar Wahid, dikutip dari Antara.
"Memang opini turun dari WTP menjadi WDP. Salah satu penyebabnya tunda bayar Rp1,7 triliun yang dialami," sambungnya.
Rapat paripurna penyerahan LHP tersebut dipimpin oleh Ketua DPRD Riau Kaderismanto didampingi Wakil Ketua Parisman Ikhwan dan Budiman Lubis.
Direktur Jenderal Pemeriksaan Keuangan Negara II BPK RI, Nelson Ambarita, dalam kesempatan itu menyatakan bahwa Pemprov Riau menerima opini WDP atas LKPD Tahun Anggaran 2024.
Beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan, di antaranya Pemprov Riau belum menyusun anggaran penerimaan secara terukur dan rasional, serta pengendalian belanja dan pengelolaan utang yang tidak memadai.
Akibatnya, kata Nelson, terdapat ketidakmampuan Pemprov Riau dalam menyelesaikan seluruh realisasi belanja tahun berjalan dan kewajiban jangka pendek tahun sebelumnya, serta kewajiban jangka pendek berupa utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan utang belanja.
"Dan utang belanja masing-masing sebesar Rp40,81 miliar dan Rp1,76 triliun membebani dan mengganggu program tahun berikutnya," ungkapnya.
BPK juga mendapati manajemen kas daerah pada Pemprov Riau tidak memadai sehingga terdapat penggunaan dana PFK sebesar Rp39,22 miliar, yang mengakibatkan Sisa Kurang Perhitungan Anggaran (SKPA).
Selain itu, BPK menemukan ketekoran kas pada Sekretariat DPRD Riau yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp3,33 miliar.
"Dan terakhir, penatausahaan belanja perjalanan dinas tidak memadai dan pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas pada Pemprov Riau tidak sesuai ketentuan. Sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas sebesar Rp16,98 miliar," ungkap Nelson.
Dari hasil pemeriksaan BPK berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), LKPD Pemprov Riau tahun 2024 belum sepenuhnya sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan (SAP).
LKPD masih terdapat ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang material dan berpengaruh langsung terhadap penyajian laporan keuangan.
"Atas pertimbangan tersebut, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKP Pemprov Riau tahun 2024 dengan pengecualian atas akun aset lainnya," sebut Nelson.
Wakil Ketua DPRD Riau Parisman Ikhwan menanggapi temuan BPK dan menyatakan pihaknya akan memperbaiki catatan tersebut.
"Catatan dari Pak Dirjen BPK harus kita pertanggungjawabkan karena itu masih sistem yang lama sehingga terdapat banyak temuan. Ini akan menjadi catatan perbaikan kita ke depan," kata Parisman Ikhwan.
Parisman meminta agar Sekretariat Dewan dapat bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan di DPRD Riau dengan meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan daerah.
"Kami berharap pengelolaan keuangan pada 2025 transparan, akuntabel, dan dikelola dengan baik di lingkup Pemprov dan sekretariat dewan," pungkasnya dilansir dari Suarariau.id. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :