PEKANBARU — Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid resmi menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau. Keputusan ini diambil setelah lonjakan signifikan jumlah titik panas (hotspot) dan titik api dalam sepekan terakhir yang mengancam sejumlah wilayah di Bumi Lancang Kuning.
Penetapan tersebut disampaikan Gubri saat menggelar pertemuan penting bersama Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, serta jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Riau di Gedung Daerah Balai Serindit, Pekanbaru, Selasa (22/7/2025).
"Mulai hari ini saya menetapkan status tanggap darurat karhutla di Riau. Langkah ini untuk mempercepat dan memaksimalkan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang makin mengkhawatirkan," tegas Gubri.
Dalam paparannya, Gubri menyebut dua wilayah yang menjadi pusat perhatian, yakni Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu. Keduanya mencatat jumlah titik api terbanyak dibanding daerah lain di Riau.
"Kita lihat dari peta sebaran hotspot, Rokan Hilir dan Rokan Hulu menempati posisi teratas. Maka saya minta seluruh pihak segera bergerak cepat dan masif di lapangan," ujarnya.
Sebelumnya, Pemprov Riau telah menetapkan status siaga darurat karhutla sejak 27 Maret hingga 30 November 2025. Namun, kondisi di lapangan yang semakin memburuk mendorong pemerintah provinsi mengambil langkah lebih tegas melalui penetapan status tanggap darurat.
Dengan status ini, Pemprov Riau dapat lebih leluasa mengerahkan sumber daya, baik dari daerah maupun bantuan pemerintah pusat, termasuk logistik, teknologi modifikasi cuaca, hingga personel tambahan dari TNI-Polri dan BNPB.
"Kita akan maksimalkan monitoring dan ground checking titik-titik hotspot. Semua pihak harus aktif di lapangan," tegas Abdul Wahid.
Gubri juga meminta dukungan penuh dari pemerintah kabupaten/kota untuk memperketat pengawasan di wilayah masing-masing. Ia menyoroti masih maraknya praktik pembukaan lahan dengan cara dibakar, yang menjadi penyebab utama karhutla di Riau.
"Saya imbau Bupati dan Walikota untuk terus mengedukasi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar. Sekecil apapun api, bila tak diawasi, bisa membesar dan sulit dikendalikan," katanya.
Selain pengawasan, Gubernur menekankan perlunya langkah pencegahan yang terstruktur di tiap daerah, termasuk patroli rutin, penyediaan sarana pemadaman dini, dan sosialisasi bahaya karhutla kepada masyarakat.
"Pemerintah daerah jangan lengah. Sekarang ini musim kemarau, potensi karhutla sangat tinggi. Jadi pengawasan di lapangan harus ketat, jangan sampai ada pembiaran," pungkasnya dikutip dari MCRiau.
Penetapan status tanggap darurat ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah serius menghadapi ancaman karhutla yang kembali menghantui Riau. Sekaligus mencegah kembali terjadinya bencana asap dampak dari Karhutla. (*)