PEKANBARU — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terus menunjukkan komitmennya dalam upaya pemberantasan korupsi dengan memperkuat edukasi seputar gratifikasi dan menyempurnakan sistem pelaporan masyarakat.
Langkah ini menjadi fokus utama dalam kegiatan Sosialisasi Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Provinsi Riau Tahun 2024, yang digelar di Ruang Rapat Melati Kantor Gubernur Riau, Selasa (26/8/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari program pemberantasan korupsi terintegrasi di lingkungan pemerintahan daerah, dan menjadi wadah penting dalam menyatukan persepsi antikorupsi di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
Dalam sambutannya, Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi Riau, Elly Wardhani, menegaskan pentingnya pemahaman yang utuh terkait gratifikasi. Ia menjelaskan bahwa gratifikasi bukan hanya soal uang, namun bisa berupa barang, diskon, komisi, fasilitas perjalanan, hingga layanan eksklusif yang diberikan dengan atau tanpa permintaan.
“Gratifikasi bisa terjadi di dalam maupun luar negeri, bahkan melalui jalur elektronik. Ini telah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai revisi dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Elly.
Namun demikian, tidak semua bentuk gratifikasi wajib dilaporkan. Hadiah dari keluarga dekat, penghargaan resmi, serta hadiah lomba terbuka yang bersifat umum termasuk dalam kategori yang dikecualikan berdasarkan ketentuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Edukasi ini, menurut Elly, harus menjadi fondasi bagi ASN agar mampu membedakan bentuk gratifikasi yang dilarang dan mana yang diperbolehkan secara hukum.
Selain penguatan pemahaman, Pemprov Riau juga memperluas kanal pelaporan masyarakat melalui sistem digital yang aman dan terpercaya. Salah satu terobosannya adalah Whistle Blowing System (WBS) yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Anti Gratifikasi Terpadu milik Inspektorat Daerah Provinsi Riau.
“Melalui WBS, baik pegawai maupun masyarakat dapat menyampaikan laporan secara rahasia. Aplikasi ini memudahkan pelaporan dugaan pelanggaran tanpa rasa takut, dan akan ditindaklanjuti oleh Inspektorat,” jelasnya.
Upaya ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan birokrasi yang lebih transparan dan akuntabel, sekaligus mendorong partisipasi publik dalam pengawasan pemerintahan.
Sebagai bagian dari penguatan sistem pengawasan internal, Pemprov Riau juga mulai mengimplementasikan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan di lingkungan instansi pemerintah.
Peraturan ini memberikan panduan yang jelas kepada para pejabat publik agar tidak menyalahgunakan kewenangannya dalam mengambil keputusan atau tindakan administratif yang dapat merugikan negara atau masyarakat.
“Ini adalah upaya kita untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah, sekaligus menjaga integritas dan profesionalisme birokrasi,” tegas Elly Wardhani.
Menutup kegiatan tersebut, Elly mengajak seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Riau untuk ikut menyukseskan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2025, yang berlangsung sejak Juli hingga Oktober 2025.
“Mari bersama-sama kita suarakan stop korupsi, tolak gratifikasi demi mewujudkan birokrasi yang bersih, berintegritas, dan dipercaya masyarakat,” pungkasnya.
Dengan beragam langkah preventif, mulai dari edukasi hingga transformasi sistem pelaporan, Pemprov Riau menegaskan bahwa pemberantasan korupsi bukan sekadar slogan, tapi sebuah gerakan nyata yang melibatkan seluruh unsur pemerintahan dan masyarakat.
Ingin dibuatkan versi singkat untuk publikasi di media sosial, infografik, atau siaran pers resmi? Saya siap bantu sesuaikan sesuai kebutuhanmu.