PEKANBARU - Nasib Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT PIR kian memprihatinkan. Perusahaan milik Pemerintah Provinsi Riau itu kini tengah berada di ujung tanduk. Kondisinya bahkan digambarkan oleh anggota DPRD Riau seperti perusahaan yang sedang "sakratul maut".
Krisis internal perusahaan mencuat ke permukaan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPRD Riau. Direktur utama yang baru menjabat mengaku tak lagi mampu menggaji karyawan. Masalah keuangan yang menumpuk serta beban utang disebut menjadi penyebab utama keterpurukan PT PIR.
“Kondisinya sudah sangat parah. Direktur bilang tak bisa lagi bayar gaji. Ini jelas lampu merah,” kata Abdullah, anggota Komisi III DPRD Riau, Selasa (23/9/2025).
Sebagai bentuk respons, Abdullah memberi ultimatum tegas. Ia menyatakan PT PIR diberi waktu hingga akhir tahun ini untuk menunjukkan perbaikan kinerja. Evaluasi akan dilakukan setiap tiga bulan oleh Biro Ekonomi. Jika tak ada kemajuan signifikan, maka opsi penutupan menjadi keputusan yang harus diambil.
“Kita beri kesempatan satu tahun. Tapi kalau dalam tiga bulan ke depan tidak ada peningkatan grafik, kita minta tutup saja. Kalau tidak bisa diselamatkan, buat apa dipertahankan?” tegasnya.
Abdullah juga menekankan bahwa persoalan utang dan kerugian perusahaan harus dipertanggungjawabkan. Ia mendorong audit menyeluruh terhadap manajemen sebelumnya dan berharap ada langkah hukum bila ditemukan penyimpangan.
“Masalah utang dan lainnya harus ditelusuri. Siapa yang bertanggung jawab, harus dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyayangkan jika BUMD yang seharusnya menjadi sumber pendapatan daerah justru berubah menjadi beban. Menurutnya, penyelamatan PT PIR hanya bisa dilakukan jika ada keseriusan dari pemerintah daerah, khususnya Biro Ekonomi.
“BUMD bukan tempat menumpuk masalah. Kalau bisa diselamatkan, selamatkan. Tapi kalau tidak, jangan ragu untuk menutup,” tutup Abdullah.