PEKANBARU - Lonjakan inflasi Riau yang mencapai 4,92 persen kembali mengundang perhatian legislatif.
Dua komoditas bahan pokok, yakni beras dan cabai, menjadi penyumbang terbesar kenaikan inflasi, memicu DPRD Riau untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Dinas Pertanian Riau.
Ketua Komisi II DPRD Riau, Adam Syafaat menegaskan, pihaknya menilai sejumlah program pertanian yang sudah dianggarkan tidak dibarengi dengan realisasi memadai di lapangan.
“Cabai kemarin masuk di APBD Murni 2025 dengan anggaran untuk 200 hektare. Namun lagi-lagi kita tidak lihat realisasinya. Memang kita melihat kerja dinas ini agak menurun dan kita akui itu,” ujarnya, Kamis (20/11/2025).
Adam menyebut, program pengembangan cabai yang diharapkan dapat menekan inflasi justru gagal berjalan optimal.
Ia menilai pendampingan kepada petani sangat minim, sehingga sasaran program tidak tercapai.
“Komisi II akan mengevaluasi kinerja dinas ini, khususnya untuk cabai. Programnya ada, tapi di lapangan tidak ada. Tidak ditemukan baik dari sisi anggaran maupun pendampingan,” tegasnya.
Selain cabai, persoalan beras juga menjadi fokus DPRD. Banyaknya padi yang gagal panen disebabkan oleh buruknya infrastruktur irigasi. Aliran air tak mampu mencapai area persawahan, sehingga produktivitas petani menurun.
Adam mencontohkan kondisi di Rohul, di mana sejumlah bendungan mengalami pendangkalan dan beralih fungsi menjadi objek wisata.
“Di Rohul, bendungan-bendungannya sudah dangkal, air tidak disuplai secara baik. Bendungan malah dijadikan tempat wisata dan jalur sampah. Air tidak sampai ke ujung, tentu padi tidak menghasilkan dan terjadilah gagal panen,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri, juga mengkritik kinerja Dinas Pertanian Riau.
Ia menilai, meskipun pertumbuhan ekonomi Riau merupakan yang tertinggi di Indonesia di luar Jawa, inflasi tetap membengkak akibat ketergantungan pada pasokan beras dan cabai dari luar daerah, terutama Jawa.