JAKARTA - Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap sejumlah penyimpangan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Temuan itu mencakup laporan fiktif hingga pengadaan bahan pangan berkualitas rendah oleh Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI).
Deputi Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, mengatakan pihaknya mencatat berbagai kejanggalan dalam laporan keuangan, selain pelanggaran terhadap standar operasional prosedur (SOP) dan petunjuk teknis (juknis).
“Masalah itu bukan hanya soal tidak mengikuti SOP, tetapi juga tidak memberikan laporan keuangan yang benar,” kata Tigor dalam acara bertajuk Membangun Ekosistem Pangan dalam Mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Menurut Tigor, BGN menemukan sejumlah kasus di mana SPPI tergoda oleh pihak ketiga, seperti yayasan atau vendor, untuk membeli bahan pangan berkualitas rendah demi keuntungan pribadi.
Padahal, BGN telah menerapkan sistem virtual account (VA) guna membatasi akses terhadap anggaran. Setiap dapur hanya diberikan satu rekening dan dua penanggung jawab resmi untuk mengelola dana hingga Rp10 miliar per dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Nah, ini kunci. Anak-anak muda kita, usia 26–27 tahun, sudah mengelola uang sampai Rp10 miliar,” ujarnya.
Namun, sistem tersebut belum sepenuhnya mampu mencegah penyimpangan di lapangan.
“Ternyata godaannya banyak. Ada yang tergoda juga. Digoda oleh yayasan, disuruh beli bahan baku jelek dengan janji akan diberi selisih keuntungan,” ungkap Tigor.
Ia menambahkan, beberapa SPPI akhirnya tergoda untuk mendapatkan keuntungan pribadi sekitar Rp20 juta per bulan, meski harus mengorbankan kualitas bahan pangan bagi penerima manfaat MBG.
“Ada yang sudah kami pecat juga. Ya, kasihan memang. Tapi anak-anak muda harus belajar menjaga integritas sejak awal,” ujarnya.
Meski begitu, Tigor mengingatkan agar tuduhan korupsi tidak dilontarkan sembarangan tanpa bukti kuat.
“Kalau menuduh seseorang menyalahgunakan uang negara, harus ada bukti. Kalau tidak, sama saja memfitnah generasi muda,” tegasnya.
Terancam Dihentikan Permanen
BGN juga menghentikan sementara operasional sekitar 40 dapur SPPG yang terbukti melanggar SOP dan juknis. Penghentian dilakukan sambil menunggu hasil investigasi dan pemberian peringatan keras kepada para kepala SPPG.
“Penghentian permanen bisa dilakukan karena ada klausul dalam kontrak. Tapi kami tetap berhati-hati agar tidak menimbulkan tuntutan hukum terhadap BGN,” ujar Tigor.
Selain itu, pelanggaran paling banyak ditemukan pada proses pemasakan makanan yang tidak sesuai waktu yang ditetapkan.
Sesuai juknis MBG, makanan seharusnya mulai dimasak pada pukul 02.00 dini hari untuk menjaga kesegaran dan keamanan pangan. Namun, sejumlah dapur kedapatan mulai memasak sejak pukul 20.00 malam sebelumnya.
“Tidak boleh masak jam 20.00 malam. Kalau dimasak malam hari, pasti basi. Apalagi diantar pukul 07.00 pagi keesokan harinya,” tandas Tigor.