PEKANBARU - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komda Riau bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar dialog strategis guna mencari solusi terhadap masalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerap terjadi di areal perusahaan, terutama yang berada di kawasan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Dialog tersebut digelar pada Jumat (1/8/2025) di Pekanbaru dan dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, pelaku usaha, serta perwakilan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
"Langkah utama yang harus dilakukan adalah penguatan posko bersama, kolaborasi multipihak, konsolidasi spasial, serta penguatan peran pemerintah daerah dan KPH," ujar Ketua APHI Riau, Muller Tampubolon.
Muller menekankan bahwa penanganan karhutla di kawasan PBPH tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah oleh masing-masing entitas.
"Saat melakukan groundcheck di lokasi kebakaran, perlu dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Sebab, objek yang ditinjau adalah subjek yang sama," tegasnya.
Ia juga mengusulkan beberapa langkah strategis lainnya, di antaranya:
- Penyelesaian konflik tenurial melalui skema kemitraan konsesi dan multiusaha kehutanan,
- Penegakan hukum terhadap perusahaan maupun masyarakat yang terbukti melakukan pembakaran,
- Optimalisasi teknologi dan digitalisasi sistem pengawasan,
- Revisi regulasi, termasuk UU Kehutanan,
- Sinkronisasi data spasial antar-kementerian agar tidak terjadi tumpang tindih perizinan.
"Penanganan karhutla harus didukung oleh kebijakan yang konsisten, penegakan hukum yang kuat, serta penyelesaian masalah fragmentasi lahan," tambah Muller.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Laksmi Wijayanti, dalam kesempatan yang sama, mengungkapkan bahwa Provinsi Riau mencatatkan luas fragmentasi tertinggi pada kawasan PBPH di Indonesia, yakni sebesar 21 persen.
"Hal ini disebabkan oleh berbagai tumpang tindih kebijakan pemerintah, seperti pemberian izin PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan), program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria), serta keberadaan APL (Areal Penggunaan Lain)," jelasnya.
Menurut Laksmi, situasi ini diperparah oleh perambahan ilegal, termasuk pembukaan lahan sawit dan aktivitas tambang ilegal yang membuat sebagian besar kawasan PBPH tidak lagi dikelola secara optimal.
"Sebagian besar areal PBPH akhirnya tidak dikuasai atau dikelola, sehingga rentan terbakar," kata Laksmi.
Maraknya karhutla di Riau dalam beberapa pekan terakhir, yang sempat menimbulkan kabut asap selama dua pekan, mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurrofiq, bahkan turun langsung ke lokasi selama tiga hari untuk memantau penanganan dan upaya pemadaman.
Hujan deras yang mengguyur beberapa wilayah Riau belakangan ini telah membantu memadamkan sebagian besar titik api, namun upaya pencegahan jangka panjang dinilai harus segera diperkuat.