PELALAWAN — Kasus serangan harimau Sumatera kembali terjadi di Kabupaten Pelalawan, Riau. Kejadian ini menimpa seorang pekerja di areal tanaman akasia Petak 178 Kanal 9, Distrik Merawang, Kecamatan Teluk Meranti pada Jumat pagi (1/8/2025).
Menanggapi insiden ini, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau langsung menurunkan Tim Mitigasi Satwa Liar ke lokasi kejadian pada Sabtu (2/8/2025).
Langkah cepat ini dilakukan sebagai bentuk respon terhadap potensi konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), yang semakin mengkhawatirkan di kawasan tersebut.
Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, Ujang Holisudin, menyampaikan bahwa sebelum memasuki lokasi konflik, tim terlebih dahulu melakukan koordinasi awal dengan pihak manajemen distrik di kantor terdekat. Setelah itu, tim segera melakukan empat langkah utama mitigasi.
Seperto Tim akan bertemu dengan pihak pengelola kawasan (PBPH) guna mendapatkan kronologi kejadian dan informasi awal yang valid dari lapangan.
Kemudian Tim akan melakukan peninjauan langsung di lapangan dan memasang kamera jebak (camera trap) untuk mengidentifikasi keberadaan harimau yang diduga menjadi pelaku serangan.
Lalu pemasangan perangkap satwa (Box Trap) Setelah proses identifikasi, BBKSDA akan menempatkan perangkap khusus di lokasi kejadian untuk mengamankan harimau apabila kembali muncul.
Kemudian bersama manajemen, tim akan memberikan sosialisasi tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan konflik satwa liar kepada seluruh pekerja guna menghindari kejadian serupa.
“Prinsip utama kami adalah keselamatan manusia dan konservasi satwa dilindungi tetap berjalan beriringan. Dokumentasi dan hasil mitigasi akan kami sampaikan setelah tim kembali dari lapangan,” ujar Ujang.
Korban dalam insiden ini diketahui bernama Abdul Susanto, pekerja borongan bagian perawatan tanaman akasia salah satu perusahaan.
Menurut keterangan Kapolres Pelalawan, AKBP John Louis Letedara, SIK, serangan terjadi sekitar pukul 09.00 WIB. Saat itu, korban tengah menyemprot gulma, tiba-tiba terdengar suara raungan harimau dan teriakan korban.
"Dua rekan korban, Ridawan Firdaus dan Ujang, langsung berlari ke arah suara dan mencoba menghalau harimau sambil berteriak," jelas Kapolres dikutip dari MCRiau.
Korban kemudian dievakuasi secara darurat sejauh 300 meter ke kanal terdekat dan dibawa menggunakan ketinting ke klinik distrik Merawang. Karena luka yang cukup parah, korban dirujuk ke Puskesmas Teluk Meranti, lalu dilanjutkan ke RSUD Selasih Pelalawan untuk penanganan medis intensif.
Tim medis melaporkan bahwa korban mengalami luka serius di berbagai bagian tubuh, seperti di kepala, patah tulang lengan atas, dan luka di bahu depan dan belakang.
Kasus ini menambah panjang daftar konflik antara manusia dan harimau Sumatera di Riau, yang habitatnya semakin terdesak oleh aktivitas manusia. BBKSDA Riau mengimbau masyarakat, khususnya perusahaan dan pekerja di wilayah konsesi, untuk meningkatkan kewaspadaan dan mematuhi SOP mitigasi konflik satwa liar.
BBKSDA juga menekankan pentingnya kerja sama multipihak, termasuk pemda, perusahaan, dan aparat keamanan, dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman sekaligus ramah bagi kelangsungan hidup satwa liar yang dilindungi. (*)