SIAK – Fakta baru terungkap dalam kasus kerusuhan yang berujung perusakan fasilitas milik PT Seraya Sumber Lestari (SSL) di Desa Tumang, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Dalam pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Siak, PT SSL, dan warga Desa Tumang pada Senin, 21 Juli 2025, terungkap bahwa sejumlah cukong atau pemilik modal diduga menguasai lahan dalam areal konsesi perusahaan secara ilegal.
Salah satu temuan mencengangkan dalam pertemuan tersebut adalah adanya satu keluarga yang disebut menguasai lahan seluas 138 hektare di dalam kawasan konsesi PT SSL, dan telah ditanami kelapa sawit.
“Kami membeli lahan ini sejak 2013. Pembelian dilakukan oleh kelompok tani berdasarkan surat, bukan per hektare,” ujar salah satu perwakilan keluarga yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Menurutnya, kepemilikan lahan bersifat kolektif, dan seluruh areal sawit itu dikelola atas nama keluarga besar mereka. Namun, status hukum atas lahan tersebut kini menjadi sorotan karena berada dalam kawasan hutan produksi yang menjadi konsesi PT SSL.
Pekerja Dituduh Pemilik Lahan, Keluarga Luruskan Fakta
Sebelumnya, Polda Riau telah menetapkan seorang tersangka bernama Sulistiyo, yang dituduh menguasai lahan seluas 138 hektare. Namun, dalam forum tersebut, keluarga pemilik lahan menyatakan bahwa Sulistiyo hanyalah seorang pekerja kebun yang digaji dan diamanahkan untuk merawat lahan sawit milik keluarga.
“Pak Sulistiyo itu hanya pekerja, bukan pemilik. Dia digaji untuk merawat kebun,” ujar seorang pria berkemeja cokelat yang juga hadir dalam forum, pernyataannya langsung mengejutkan peserta rapat.
Kepala Desa Tak Tahu Batas Kawasan Hutan
Dalam pertemuan yang dipimpin langsung oleh Bupati Siak Afni Zulkifli, Penghulu (Kepala Desa) Merempan Hulu, Sumarlan, menyampaikan bahwa hingga kini pihak desa tidak mengetahui secara pasti batas fisik kawasan hutan di wilayah mereka.
“Kami tidak tahu persis batas kawasan hutan di sini,” ujar Sumarlan, sembari menyebut bahwa tidak ada sosialisasi khusus dari PT SSL kepada masyarakat terkait status kawasan tersebut.
Namun pernyataan itu dibantah oleh Manajer PT SSL, Egyanti, yang menegaskan bahwa sosialisasi sudah pernah dilakukan langsung kepada pihak desa.
Bupati Siak Akui Kelalaian Pemerintah
Merespons polemik tersebut, Bupati Siak Afni Zulkifli secara terbuka mengakui adanya kekeliruan dari pihak pemerintah daerah dalam menyampaikan informasi secara menyeluruh kepada masyarakat terkait batas dan status kawasan hutan.
“Memang setelah kami koreksi, ini adalah kelalaian dari kami di Pemkab Siak,” kata Afni.
Afni menjelaskan bahwa masyarakat nekat mengelola lahan tersebut hanya bermodalkan SKT (Surat Keterangan Tanah). Namun, ia menegaskan bahwa SKT bukan dokumen legal yang membenarkan penguasaan kawasan hutan.
“SKT memang bisa diterbitkan, tapi bukan berarti lahan itu sah dimiliki atau dikelola. Kalau informasi ini sampai lebih awal, mungkin konflik ini tak akan terjadi,” tutup Afni, seperti yang dilansir dari wartaekonomi.(*)