SIAK - Sebuah inisiatif konservasi berbasis komunitas muncul dari kepedulian seorang remaja terhadap kelestarian Gajah Sumatera dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Charlotte Annabelle Leono (16), pendiri Yayasan Sahabat Wahana Alam, menggagas pemanfaatan kotoran gajah menjadi produk kertas ramah lingkungan bernama EcoElephant Paper, yang kini menjadi simbol harmoni antara manusia dan satwa liar di wilayah Minas, Kabupaten Siak.
Melalui gerakan ini, Charlotte melibatkan masyarakat desa, terutama kaum perempuan dalam pengumpulan dan pengolahan serat alami dari kotoran gajah hingga menjadi produk kertas bernilai ekonomi.
Konsep ini menggabungkan konservasi satwa dengan pemberdayaan masyarakat, menciptakan keseimbangan antara pelestarian alam dan peningkatan taraf hidup warga.
“Saya percaya bahwa konservasi tidak hanya tentang menyelamatkan satwa, tetapi juga tentang memberi ruang bagi masyarakat untuk terlibat dan merasakan manfaatnya,” ujar Charlotte.
Gagasan EcoElephant Paper lahir dari kunjungan Charlotte ke kawasan konservasi gajah di Minas. Di sana, ia menyaksikan banyak limbah kotoran gajah yang dibuang tanpa dimanfaatkan.
Mengetahui kotoran gajah mengandung serat alami yang kuat, ia menemukan peluang untuk mengubahnya menjadi bahan dasar kertas ramah lingkungan.
Dalam proses produksi, para perempuan desa mendapat pelatihan langsung untuk mengolah kotoran gajah menjadi serat, kemudian dikeringkan dan dipres menjadi lembaran kertas berkualitas tinggi.
Selain ramah lingkungan, produk ini juga memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga setempat.
“Awalnya kami tidak percaya kotoran gajah bisa jadi sesuatu yang bernilai. Sekarang hasil kerja kami bisa dijual dan ikut membiayai kegiatan konservasi. Ada rasa bangga di situ,” ungkap Dian Lestari, salah satu pengrajin yang kini terlibat dalam produksi EcoElephant Paper.
Gerakan ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Kelurahan Minas Jaya memberikan piagam penghargaan atas kontribusi program tersebut terhadap pemberdayaan masyarakat lokal.
Sementara itu, Bupati Siak, Afni Zulkifli menilai, inovasi ekonomi kreatif berbasis konservasi ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain.
“Upaya ini menunjukkan bahwa perlindungan satwa dapat berjalan berdampingan dengan kesejahteraan masyarakat. Kami menyampaikan apresiasi atas kontribusinya bagi wilayah Minas dan Kabupaten Siak,” tutur Bupati Siak.
Apresiasi juga datang dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, yang melihat inisiatif ini sebagai bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam upaya penyelamatan Gajah Sumatera.
Meski menjadi penggagas utama, Charlotte menegaskan bahwa gerakan ini lahir dari semangat gotong royong dan kolaborasi berbagai pihak.
“Saya hanya memulai. Yang membuatnya hidup adalah orang-orang yang percaya bahwa merawat satwa bukan tanggung jawab segelintir pihak, tapi bagian dari harga diri kita sebagai manusia,” tutup Charlotte.(rilis)