Polda Riau Tegaskan Tak Pandang Bulu Tindak Perusak Hutan Siabu, Empat Tersangka Sudah Diamankan
KAMPAR— Kepolisian Daerah (Polda) Riau menegaskan komitmennya dalam menindak tegas pelaku perusakan hutan dan lingkungan, termasuk oknum aparat maupun tokoh masyarakat yang terlibat. Hal ini disampaikan langsung Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, dalam konferensi pers kasus perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Siabu di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar.
"Semua yang terlibat termasuk aparat, kepala desa, siapa pun akan kami proses tanpa pandang bulu. Penegakan hukum akan dilakukan secara tegas, adil, dan terbuka," ujar Irjen Herry, Senin (7/6/2025).
Menurutnya, langkah ini menjadi bukti keseriusan Polda Riau dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerusakan ekosistem. Operasi penegakan hukum tersebut dilakukan melalui Satgas Penanggulangan Perambahan Hutan (PPH), bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Riau, instansi terkait, serta kelompok aktivis dan pemerhati lingkungan.
Irjen Herry juga mengajak masyarakat untuk aktif memberikan informasi, termasuk melalui media sosial. Ia mencontohkan keberhasilan aparat menindak pembalakan liar di Kabupaten Kepulauan Meranti berkat laporan warganet.
“Beberapa waktu lalu ada laporan via komentar media sosial soal pembalakan liar di Meranti. Saya perintahkan langsung Kapolres, dan pelakunya berhasil kami tangkap,” tambahnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, menyatakan bahwa dalam kasus perambahan di Hutan Lindung Siabu ini, polisi telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Di antaranya adalah Yoserizal, ketua adat di Desa Balung, serta Buspami, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar.
"Buspami juga merupakan tokoh adat dan masih satu keluarga dengan Yoserizal," kata Kombes Ade.
Dijelaskan, Buspami dan tersangka lainnya, Mahadir alias Madir (40), mengelola lahan seluas 50 hektare di kawasan hutan lindung dan HPT. Aktivitas tersebut dilakukan dengan restu Yoserizal yang memiliki pengaruh adat di desa tersebut.
Dalam praktiknya, para tersangka diduga memperjualbelikan lahan dan menggunduli kawasan hutan untuk dijadikan kebun sawit. Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal tersebut menggunakan dokumen hibah dan surat adat yang mengklaim tanah sebagai ulayat.
“Namun, lokasi itu merupakan kawasan hutan lindung yang secara hukum tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan komersial apa pun,” tegas Ade Kuncoro.
Kasus ini kini terus didalami, dan Polda Riau menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan akan terus berlanjut tanpa kompromi, seperti yang dilansir dari detik.(*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :