PEKANBARU – Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan agar tidak didatangi debt collector atau penagih utang ketika mengalami kredit macet.
Hal ini disampaikan oleh Suwandi Wiratno, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Suwandi mengingatkan bahwa konsumen atau debitur perlu memahami kewajiban mereka untuk membayar angsuran tepat waktu.
“Konsumen wajib memastikan bahwa barang yang dibeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan membayar angsuran,” ujar Suwandi, Jumat (10/3/2023).
Menurutnya, dalam beberapa kasus terdapat debitur yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan finansial, namun tetap memaksakan diri dengan memalsukan data pendapatan.
“Yang membohongi diri sendiri ke depannya akan jadi masalah,” katanya.
Suwandi juga mengimbau agar debitur memiliki itikad baik dan tidak melakukan pelanggaran kontrak, seperti memindahtangankan barang yang masih dalam proses pembiayaan.
“Dalam beberapa kasus, sebenarnya eksekusi tidak perlu terjadi. Tapi eksekusi dilakukan karena unit kendaraan berada di pihak ketiga,” tambahnya.
Ia menyebut, dari proses eksekusi kendaraan yang dilakukan debt collector, 99 persen unit berada di tangan orang ketiga.
Untuk menghindari hal tersebut, Suwandi menyarankan agar debitur bersikap proaktif jika mengalami keterlambatan pembayaran.
Debitur bisa mendatangi perusahaan pembiayaan untuk mengajukan restrukturisasi atau rescheduling pembayaran cicilan.
Selain itu, penting untuk mendokumentasikan proses komunikasi dengan perusahaan pembiayaan sebagai bukti jika suatu saat ada penagihan.
“Jadi bisa menunjukkan bahwa sudah ada komunikasi dengan pihak perusahaan,” jelas Suwandi.
Jika debitur benar-benar tidak sanggup melanjutkan pembayaran meski sudah melakukan restrukturisasi, terdapat opsi oper kredit.
“Silakan datang bersama orang yang mau oper kredit. Opsi ini diatur dalam Undang-Undang Fidusia dan boleh dilakukan jika disetujui perusahaan pembiayaan,” terang Suwandi.
Menurutnya, komunikasi adalah hal utama.
“Yang penting komunikasi, jangan kabur-kaburan,” tegasnya.
Dengan melakukan oper kontrak secara resmi, debitur pertama tidak akan lagi ditagih oleh debt collector.
Opsi lain adalah menyerahkan kendaraan kepada perusahaan pembiayaan jika tidak ada pihak yang ingin mengambil alih kontrak.
Unit kendaraan tersebut dapat dijual atau dilelang bersama, dan jika ada kelebihan hasil penjualan, dana tersebut dapat dikembalikan kepada debitur.
Terakhir, Suwandi mengingatkan agar konsumen tidak memberikan data palsu saat mengajukan pembiayaan.
“Jangan melakukan pindah tangan ke mana-mana dengan bermodalkan STNK. STNK bukan bukti kepemilikan kendaraan, nanti bisa kena pasal,” tutup Suwandi.