JAKARTA - Abu Thalhah al-Anshari, bernama lengkap Zaid bin Sahl al-Anshari al-Khazraji, dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang memiliki keberanian, kesetiaan, dan keteguhan iman luar biasa.
Dalam perjalanan hidupnya, ia menjadi teladan dalam keberanian serta pengabdian tanpa batas kepada Rasulullah dan agama Islam.
Ibunya bernama Ubadah binti Malik, perempuan dari keluarga terpandang di kalangan Anshar. Sejak muda, Abu Thalhah tumbuh sebagai pribadi dermawan dan disegani.
Keberaniannya membuatnya dikenal sebagai sahabat yang selalu berada di garis depan untuk membela Nabi Muhammad.
Dalam buku Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi karya Hamid Ahmad Ath-Thahir disebutkan,
“Abu Thalhah adalah pengawal setia Rasulullah. Ia selalu berdiri di sisi Nabi pada berbagai peristiwa besar dalam sejarah Islam.”
Setelah Rasulullah wafat, Abu Thalhah mengisi sisa hidupnya dengan ibadah yang ia cintai, yakni jihad dan puasa. Ia bahkan menjalankan puasa Dahr, puasa hampir setiap hari kecuali pada waktu yang dilarang.
Orang-orang pada masanya mencatat bahwa Abu Thalhah hampir tidak pernah berbuka sejak wafatnya Nabi.
Ia hanya menghentikan puasa ketika sakit atau melakukan perjalanan jauh. Amalan itu ia jalankan selama puluhan tahun, bahkan hingga usia lanjut.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, armada laut Islam dibentuk untuk menghadapi kekuatan Romawi. Meski tua, Abu Thalhah tanpa ragu bergabung.
Anaknya sempat menasihatinya untuk beristirahat. Namun Abu Thalhah menjawab dengan lantang menggunakan ayat Al-Qur’an:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan maupun berat…” (QS At-Taubah: 41)
Dengan semangat itu, ia tetap memilih bergabung dalam ekspedisi jihad, mengabdikan sisa hidupnya di jalan Allah.
Dalam perjalanan laut menuju wilayah musuh, Abu Thalhah wafat dengan tenang sebelum pasukan mencapai tujuan.
Pasukan muslim kemudian berusaha menemukan tempat pemakaman. Namun tujuh hari perjalanan di lautan tidak menghasilkan satu pun pulau yang dapat digunakan untuk memakamkan jenazah.
Yang mengejutkan, meski tujuh hari berlalu, jasad Abu Thalhah tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan. Tubuhnya tetap utuh, seolah tengah tertidur.
Barulah setelah mereka menemukan sebuah pulau, jenazahnya dimakamkan dengan penuh kehormatan.
Peristiwa tersebut dianggap para ulama sebagai tanda kemuliaan amal dan kedudukan Abu Thalhah di sisi Allah.
Kisah hidup Abu Thalhah menjadi pengingat bahwa amalan yang dikerjakan dengan ikhlas akan meninggalkan jejak kebaikan, bahkan setelah seseorang wafat.
Keteguhan iman, keberanian, dan pengorbanannya di jalan Allah menjadi teladan bagi generasi muslim hingga hari ini.