PEKANBARU – Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Riau menggelar Seminar Pembauran Kebangsaan dalam Perspektif Budaya Melayu Riau di Hotel Cititel, Sabtu (29/11/2025). Kegiatan yang berlangsung di Pekanbaru ini diikuti sekitar 150 peserta dari berbagai paguyuban, organisasi masyarakat, serta pengurus FPK Riau.
Seminar dibuka oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau yang diwakili Asisten I Setdaprov Riau, H. Zulkifli Syukur, MA, M.Si. Hadir pula Kepala Badan Kesbangpol Riau, Dr. Boby Rakhmat, M.Si, serta Ketua FPK Riau, Dr. Ramli Walid, M.Si.
Dalam sambutannya, Plt Gubernur Riau menyampaikan bahwa seminar ini menjadi momentum penting untuk memperkuat persaudaraan, memperteguh jati diri, serta memperkaya kehidupan kebangsaan di tengah keberagaman masyarakat Riau.
“Tanah Melayu Riau sejak dahulu dikenal sebagai negeri beradat, tempat berlabuh berbagai suku, etnis, dan budaya yang hidup berdampingan secara harmonis. Falsafah Melayu ‘Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’ menjadi pedoman luhur dalam merawat keberagaman,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa nilai-nilai tersebut bukan hanya ungkapan adat, tetapi telah menjadi jati diri masyarakat Riau yang menjunjung tinggi toleransi dan persatuan. Di tengah perkembangan teknologi dan dinamika sosial yang semakin kompleks, pembauran kebangsaan menurutnya bukan lagi sekadar konsep, tetapi sebuah keharusan.
“Kita di Riau memiliki modal sosial yang kuat adab, budi, dan budaya Melayu yang dapat menjadi pondasi kokoh untuk mempererat persatuan dalam bingkai NKRI,” katanya.
Plt Gubernur berharap seminar ini mampu melahirkan gagasan baru dan pendekatan budaya yang kreatif dalam merawat keberagaman, memperkaya dialog antarbudaya, serta memperkuat semangat kebangsaan di tengah masyarakat.
Pemerintah Provinsi Riau, lanjutnya, berkomitmen mendukung penguatan karakter kebangsaan, pelestarian budaya Melayu, serta pengembangan ruang publik yang inklusif.
“Kita ingin memastikan bahwa di Riau, setiap orang merasa aman, dihargai, dan dapat tumbuh bersama dalam suasana penuh persaudaraan,” ujarnya.
Sebelum menutup sambutannya, ia menyampaikan apresiasi kepada panitia, narasumber, dan peserta yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. “Semoga seminar ini membawa manfaat bagi pembangunan sosial budaya di Provinsi Riau,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua FPK Riau, Dr. Ramli Walid, menegaskan bahwa Riau sejak dahulu menjadi ruang pertemuan berbagai suku, etnis, dan kebudayaan. Budaya Melayu yang menjadi identitas utama daerah ini mengajarkan kesantunan, keseimbangan, dan keterbukaan—nilai yang menurutnya mampu menjaga keharmonisan di tengah keberagaman.
Ramli menyebut bahwa semangat pembauran kebangsaan di Riau bukan sekadar slogan, melainkan kerja bersama yang berkesinambungan. “Kita membutuhkan ruang dialog agar keberagaman ini tetap menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan,” ujarnya.
Ia juga mengajak peserta menggali kembali kearifan Melayu Riau sebagai pedoman dalam merawat kebhinnekaan. “Dalam falsafah Melayu disebutkan, ‘Yang tua dihormati, yang muda disayangi, yang datang disambut, yang pergi dihantar.’ Ini mengajarkan bahwa setiap orang memiliki tempat dan hak untuk diterima,” jelasnya.
FPK Riau, tambah Ramli, berkomitmen memperkuat komunikasi antar-etnis, mendorong dialog sosial, serta mengembangkan program pembauran yang inklusif.
“Mari jadikan kegiatan ini sebagai momentum memperkokoh persatuan, memperkaya pemahaman, dan menguatkan rasa memiliki terhadap Provinsi Riau yang kita cintai,” pungkasnya.(*)